Facebook

Sabtu, 11 Juli 2015

Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian Anak Usia Dini

Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian Anak Usia Dini

Desmita (2011:187-188) memaparkan tingkatan dan karakteristik kemandirian berdasarkan pendapat Lovinger kedalam enam tingkatan sebagai berikut. Tingkatan pertama adalah tingkat impulsif dan melindungi diri. ciri-cirinya antara lain: peduli terhadap kontrol dan kauntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain; mengikuti aturan secara spontanistik; berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu; dan cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.


Pada tingkatan pertama ini menunjukkan bahwa seseorang yang mandiri akan bersifat melindungi dirinya sendiri, baik itu dari segi pemikiran maupun tindakan. Sehingga jika anak telah bisa mengelak atau melindungi diri mereka sendiri maka mereka bisa digolongkan telah mandiri pada tingkatan pertama.


Tingkat kedua adalah tingkat konformistik. Ciri-cirinya: peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial; cenderung berpikir tertentu dan klise; peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal, bertindak dengan motif dangkal untuk memperoleh pujian; menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan takut tidak diterima kelompok; tidak sensitif terhadap keindividuan; dan merasa berdosa jika melanggar aturan. Saat usia dii mulai memperhatikan penampilan diri mereka berarti sudah dapat digolongkan pada tingkat yang kedua ini.


Tingkat ketiga adalah tingkat sadar diri. Ciri-cirinya mampu berpikir alternatif, melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi, peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada, menekankan pada pentingnya pemecahan masalah, memikirkan cara hidup, dan penyesuaian terhadap situasi peranan. Jika pada saat anak sudah mulai memikirkan bagaimana cara berpikir untuk menjalani hidup maka anak tersebut dapat digolongkan dalam tingkat ketiga ini.


Tingkatan keempat adalah tingkatan saksama (conscientious). Ciri-cirinya antara lain: bertindak atas dasar nilai-nilai internal, mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan; mampu melihat keragaman emosi, motif dan perspektif diri sendiri maupun orang lain, sadar akan tanggung jawab mampu melakukan kritik dan penilaian diri; peduli akan hubungan mutualistik, memiliki tujuan jangka panjang, cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial, dan berpikir lebih kompleks atas dasar pola analistis. Setelah anak mampu menentukan dan mengambil keputusan dengan cara setelah melakukan analitis terlebih dahulu maka anak tersebut sudah berada pada tingkatan keempat. Tingkatan kelima adalah tingkatan individualitas. Ciri-cirinya: peningkatan kesadaran individualitas, kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dan ketergantungan, menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain, mengenal eksistensi perbedaan individual, membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya, mengenal kompleksitas diri, dan peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial.


Tingkatan kelima dalam kemandirian merupakan tingkatan individualitas dimana seseorang atau anak memiliki kesadaran untuk tidak bergantung pada orang lain dan lebih toleran terhadap diri sendiri maupun orang lain dalam hal masalah sosial ataupun hal yang lainnya. Tingkatan keenam adalah tingkatan mandiri. Ciri-cirinya antara lain: memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan, cenderung bersikap realistik dan obyektif terhadap diri sendiri dan orang lain, peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial, mempu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan, peduli akan pemenuhan diri (self-fulfilment), ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal, responsif terhadap kemandirian orang lain, sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain, dan mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan.


Tingkat keenam merupakan tingkatan yang terakhir dalam kemandirian yaitu saat anak telah memiliki pandangan hidup secara keseluruhan dan cenderung bersifat realistik

Faktor-Faktor Kemandirian

Faktor-Faktor Kemandirian Kemandirian pada anak muncul tanpa selalu dapat diprediksi melalui usia, namun dapat dilihat ketika anak sudah mulai memiliki keinginan sendiri, atau dengan kata lain tingkatan usia tidak mesti berpengaruh terhadap kemandirian anak. Ada anak yang usianya sudah beranjak dewasa atau bahkan sudah dewasa masih belum memiliki sikap mandiri. .Namun adapula anak yang usianya masih sangat dini sudah memiliki sikap yang mandiri. Sebagaimana aspek-aspek psikologis lainnya, kemandirian juga bukanlah semata-mata merupakan pembawaan yang melekat pada diri individu sejak lahir. Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai individu sejak lahir Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang datang dari lingkungannya, selain potensi yang dimiliki sejak lahir sebagai keturunan dari orang tuanya. Terdapat sejumlah faktor yang sering disebutkan sebagai korelat bagi perkembangan kemandirian yaitu sebagai berikut: (Ali, 2006:118)

  1. Gen atau keturunan orang tua. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali menurunkan anak dengan sifat mandiri juga. Namun, faktor keturunan ini masih menjadi perdebatan karena adanya pendapat bahwa sesungguhnya bukan karena sifat kemandirian orang tuanya itu menurun kepada anaknya, melainkan karena sifat orang tuanya muncul berdasarkan cara orang tuanya mendidik anaknya 
  2. Sistem pendidikan di sekolah. Proses pendidikan disekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinasi tanpa argumentasi akan menghambat kemandirian anak. Demikian juga dengan, proses pendidikan yang menekankan pentingnya pemberian sanksi atau hukuman juga dapat menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, proses pendidikan yang lebih menekankan pentingnya penghargaan terhadap potensi anak, pemberian reward, dan penciptaan kompetisi positif akan memperlancar kemandirian anak. 
  3. Sistem kehidupan dimasyarakat. Sistem kehidupan masyarakat yang terlalu menekankan pentingnya hirarki struktur sosial kurang menghargai potensi anak dalam kegiatan produktif dapat menghambat perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya, lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi dalam bentuk berbagai kegiatan, dan tidak terlalu hirarkis akan merangsang dan mendorong perkembangan kemandirian anak. Menurut Markum (1985) 
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kemampuan berdiri sendiri / mandiri pada anak adalah:
a. Kebiasaan serba dibantu atau dilayani, misalnya orang tua selalu melayani keperluan anaknya, seperti mengerjakan rumahnya (PR), hal ini akan membuat anak manja dan tidak mau berusaha sendiri, sehingga anak menjadi tidak mandiri.
b. Sikap orang tua, misalnya orang tua yang selalu memanjakan dan memuji anaknya akan menghambat kemandirian. Karena memanja dan memuji yang terlalu berlebihan dapat membuat keinginan dan psikologi anak berkembang kurang baik begitu pula dengan kemandiriannya. Kurangnya kegiatan diluar rumah, misalnya anak tidak mempunyai kegiatan dengan teman-temannya, hal ini akan membuat anak bosan sehingga ia menjadi malas dan tidak kreatif serta mandiri.
c.  Kurangnya kegiatan diluar rumah, misalnya anak tidak mempunyai kegiatan dengan teman-temannya, hal ini akan membuat anak bosan sehingga ia menjadi malas dan tidak kreatif serta mandiri.

Jumat, 16 Januari 2015

Pengertian Anak Usia Dini

Pengertian Anak Usia Dini
Terdapat berbagai definisi mengenai anak usia dini. menurut Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Butir 14 yang menyebutkan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untruk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa anak usia dini adalah anak yang berusia nol sampai 6 atau 8 tahun yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani. Sedangkan hakikat anak usia dini Menurut Mansur (2005: 88) anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Mereka memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Pada masa anak usia dini dapat disebut juga dengan istilah “golden age” atau masa emas, karena pada masa-masa (usia 0-6 tahum) ini hampir seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara cepat. Perkembangan untuk setiap anak tidak dapat disamakan antara individu yang satu dengan individu yang lain, karena setiap individu memiliki masa perkembangan yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan oleh makanan yang bergizi dan seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang baik bagi anak usia dini. Apabila anak usia dini diberikan stimulasi yang baik dan secara intensif dari lingkungannya, maka anak akan mampu menjalani tugas perkembangannya dengan baik

Rabu, 29 Oktober 2014

Jenis Pola Asuh Orang Tua

Jenis Pola Asuh Orang Tua
Jenis-jenis pola asuh terdapat tiga golongan yakni pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, dan pola asuh permisif. Ketiga jenis pola asuh orang tua merupakan pola pengasuhan orang tua terhadap anak, dimana setiap keluarga memungkinkan memiliki pola asuh yang berbeda-beda Untuk penjabaran masing-masing pola asuh yaitu: 1. Pola Asuh Otoriter Menurut Agus Dariyo, ciri-ciri dari pola asuh ini menekankan segala aturan orang tua harus ditaati olah anak. Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh anak. Anak harus menaati dan tidak boleh membantah apa yang diperintahkan oleh orang tua. Pola asuh otoratif hanya mengenal hukuman dan pujian dalam berinteraksi dengan anak. Menurut Hourlock dalam buku Chabib Thoha, mengemukakan pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak untuk berperilaku seperti dirinya (Orang Tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Anak jarang diajak berkomunikasi dan bertukan pikiran dengan orang tua, orang tua menganggap bahwa semua sikapnya sudah benar sehingga tidak perlu dipertimmbangkan dengan anak. Pola asuh yang bersifat otoriter juga ditandai dengan penggunaan hukuman keras, lebih banyak menngunakan hukuman fisik, anak juga diatur dari segala keperluan dengan aturan yang ketat dan masih tetap diberlakukan meskipun anak sudah usia dewasa. Anak yang dibesarkan dalam suasana seperti ini akan besar dengan sifat yang ragu-ragu, lemah kepribadian dan tidak sanggup mengambil keputusan tentang apa saja. 2. Pola Asuh Demokratis Menurut Agus Dariyo dalam pola asuh ini kedudukan antara anak dan orang tua sejajar. Suatu keputusan diambil bersama anak dengan memperimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus dibawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena. Anak diberi kepercayaan dan dilatih untuk memepertanggung jawabkan segala tindakannya. Akibat positif dari pola asuh ini adalah anak akan menjadi seorang individu yang mempercayai orang lain,bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya, tidak munafik, jujur. Namun akibat negatif dari pola asuh ini adalah anak akan cenderung bergantung pada kewibawaan otoritas orang tua, kalau segala sesuatu harus dipertimbangkan anak dan orang tua. Menurut hourlock dalam Chabib Thoha, mengemukakan bahwa pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang tua. Orang tua sedikit memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. Anak dilibatkan dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengatur hidupnya. Menurut Agus Dariyo terdapat pola asuh yang lain selain pola asuh di atas yaitu pola asuh situasional, dalam pola asuh ini orang tua tidak menerapkan salah satu tipe pola asuh tertentu saja. Akan tetapi kemungkinan orang tua menerapkan pola asuh secara fleksibel, luwes dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu. 3. Pola Asuh Permisif Pola asuh permisif adalah suatu pola asuh orang tua dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan sang anak (Amaliyah, 2006). “Dalam golongan ini orang tua bersikap demokratis dan penuh kasih sayang. Namun, disisi lain kendali orang tua dan tuntutan berprestasi terhadap anak itu rendah. Anak dibiarkan berbuat sesukanya tanpa beban kewajiban atau target apapun.” (Markum, 2000) Menurut Agus Dariyo sifat pola asuh ini, yakni segala aturan dan ketetapan keluarga ditangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan orang tua. Orang tua menuruti segala sessuatu yang diinginkan anak. Anak cenderung bersikap semena-mena, tanpa pengawasan orang tua. Anak bebas melakukan apa saja yang diinginkan. Dari sisi negatif lain, anak menjadi kurang mandiri dengan aturan –aturan sosial yang berlaku. Namun apabila anak mampu menggunakan kebebasan tersebut secara bertanggung jawab, maka anak akan menjadi seorang yang mandir, kreatif, inisiatif dan mampu mewujudkan aktualisasinya. Menurut tembong Prasetya pola asuh ini hampir sama dengan pola asuh yang dikemukakannya yaitu pola asuh penyabar atau pemanja. Pola pengasuhan ini orang tua tidak mengendalikan perilaku anak sesuai dengan kebutuhan perkembangan kepribadian anak, serta tidak pernah menegur atau tidak berani menegur anak. Anak dengan pola pengsuhan ini cenderung lebih energik dan responsif dibandingkan dengan anak dengan pola asuh otoriter, namun mereka tampak kurang matang secara sosial (manja), mementingkan diri sendiri dan kurang percaya diri. Dari beberapa uraian pendapat para ahli diatas mengenai pola asuh orang tua dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya terdapat tiga pola asuh yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, dan pola asuh permisf(bebas). Dari ketiga pola asuh orang tua tersebut, ada kecenderungan bahwa pola asuh demokratis dinilai paling baik dibandingkan dengan bentuk pola asuh yang lain. Namun demikian, dalam pola asuh demokratis bukan merupakan pola asuh yang sempurna, sebab bagaimanapun juga terdapat hal yang bersifat situasional seperti yang diungkapkan oleh Agus Dariyo, bahwa tidak ada orang tua dalam mengasuh anaknya hanya menggunakan satu pola asuh dalam mendidik anak dan mengasuh anaknya. Dengan demikian, ada kecenderungan bahwa tidak ada bentuk pola asuh yang murni diterapkan oleh orang tua, akan tetapi orang tua dapat menggunakan ketiga bentuk tersebut dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi saat itu pada anak.

Konsep Pola Asuh Orang Tua Menurut Ahli

  • Konsep Pola Asuh Orang Tua 
Banyak ahli psikologi dan sosiologi yang merumuskan pengertian dari pola asuh orang tua menurut cara pandang mereka masing-masing. Adapun definisi pola asuh orang tua menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut “Pola asuh adalah gambaran yang dipakai oleh orang tua untuk mengasuh (merawat, menjaga, atau mendidik) anak.” (Singgih D. Gunarsa, 1991:108-109) 
 “Pola asuh orang tua adalah suatau cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak.” (Chabib Thoha, 1996:109) 
 “Pola asuh orang tua merupakan perlakuan orang tua dalam interaksi yang meliputi orang tua menunjukkan kekuasaan dan cara orang tua memperhatikan kenginginan anak. Kekuasaan atau cara yang digunakan orang tua cenderung mengarah pada pola asuh yang diterapkan.” (Singgih D. Gunarso, 2000:55)

 Orang tua (yaitu ayah dan ibu) merupakan orang yang bertanggung jawab kepada seluruh anggota keluarga. Orang tua juga menetukan kemana keluarga akan dibawa dan apa yang harus diberikan sebelum anak-anak dapat bertanggung jawab pada dirinya sendiri, saat anak masih bergantung dan sangat memerlukan bekal dari orang tuanya sehingga orang tua harus memberi bekal yang layak kepada anaknya tersebut. Keluarga merupakan tempat untuk pertama kalinya seorang anak memperoleh pendidikan dan mengenal nilai-nilai maupun aturan-aturan yang harus diikutinya yang mendasari anak untuk melakukan hubungan sosial dengan lingkungan yang lebih luas. Namun dengan adanya perbedaan latar belakang, pengalaman, pendidikan, dan kepentingan dari orang tua maka terjadilah cara mendidik anak. “Pola asuh adalah gambaran yang dipakai oleh orang tua untuk mengasuh (merawat, menjaga atau mendidik) anak”. (Singgih:2003). Sementara menurut Chabib Thoha, yang mengemukakan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua adalah cara atau metode yang ditempuh orang tua dalam mengasuh dan menerapkan kemandirian kepada anaknya dengan tujuan membentuk watak, kepribadian, dan memberikan nilai-nilai bagi anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Dalam memberikan aturan-aturan atau nilai terhadap anak-anaknya setiap orang tua akan memberikan bentuk pola asuh yang berbeda berdasarkan latar belakang pengasuhan orang tua sendiri sehingga akan menghasilkan bermacam-macam pola asuh yang berbeda.

Jumat, 23 Agustus 2013

Kebiasaan Paling Destruktif yang Mungkin Anda Miliki yang Harus Segera Diatasi!

Kebiasaan DestruktifBeberapa waktu yang lalu, seorang ibu datang ke klinik saya untuk berkonsultasi dan mengeluhkan dirinya yang merasa tidak berkembang dan merasa hidupnya ‘gitu-gitu’ saja. Setelah interview awal dan penelusuran lebih jauh ternyata ditemukan bahwa ibu ini ternyata memiliki sebuah kebiasaan destruktif (bersifat merusak) yang sudah sedemikian parahnya sehingga menyebabkan sabotase kesuksesannya sendiri. Kebiasaan ini tampaknya sepele tetapi statistik dan riset menunjukkan bahwa banyak sekali orang tidak berhasil mencapai prestasi tinggi, memiliki kesehatan prima dan kebahagiaan karena memiliki kebiasaan destruktif yang bersifat merusak ini. Apa kebiasaan destruktif yang saya maksud yang dimiliki si ibu ini? Kebiasaan ini adalah kebiasaan suka melakukan penundaan atau suka menunda-nunda dalam mengerjakan segala sesuatu. Kembali ke cerita si ibu tadi, awalnya dia beralasan bahwa dia sering melakukan penundaan karena merasa ada tugas yang lebih penting yang harus diselesaikan. Dia merasa bahwa akan bisa melaksanakan pekerjaan yang ditundanya tadi Memang pada akhirnya ia bisa melaksanakan tugas yang ditundanya, tetapi pada detik akhir dari batas waktu yang ada. Tetapi yang kemudian terjadi adalah seperti sebuah ungkapan : “Pola Pikir membentuk Kebiasaan. Kebiasaan membentuk Karakter. Karakter membentuk Nasib. Nasib menguatkan Pola Pikir kembali.” Demikianlah yang terjadi pada kasus ibu tersebut di atas. Awalnya ia menunda hal-hal kecil namun akhirnya tanpa disadarinya kebiasaan menunda tersebut berkembang makin parah dan makin luas secara perlahan-lahan. Awalnya hanya menunda pembayaran rekening bulanan seperti tagihan listrik, tagihan air dan tagihan kartu kredit sampai pada batas terakhir. Kemudian hal tersebut berlanjut pada keterlambatan pembayaran selama 1-2 hari dari tagihan-tagihan tersebut. Ia pun mulai menggunakan berbagai cara untuk mengingatkan seperti memasang alarm pengingat di smart phonenya. Namun setiap kali alarm berbunyi untuk mengingatkan pembayaran ia menundanya hingga akhirnya terlambat lagi dan terkena denda lagi. Dan akhirnya ia menggunakan metode pembayaran otomatis dari rekening kartu kreditnya. Problem pembayaran tagihan selesai! Apakah dengan demikian kebiasaan menundanya sembuh? Tidak semudah itu! Ia mulai memerhatikan ternyata ia banyak menunda-nunda melakukan olahraga dan diet sehat yang harusnya ia tempuh demi menjaga kesehatannya. Ia sadar bahwa rapor kesehatannya jelek. Dan ia tak mau tergantung obat-obatan kimia. Karena itu ia mulai memelajari pola makan sehat dan jenis olah raga yang cocok untuk dirinya. Setelah belajar dia semangat namun penerapannya tak kunjung tiba. Ia masih merasa sehat dan masih bisa melakukan aktivitas dengan lancar. Dan medical check up yang tadinya lancar sekarang pun mulai ditundanya juga. Karena ia takut melihat hasilnya yang bisa memaksa dia untuk melaksanakan diet dan olahraga. Apakah masalahnya teratasi? Untuk sementara masalah yang sebenarnya masih terpendam. Namun ingatlah bahwa masalah penundaan adalah seperti memasang bom waktu yang tidak diketahui kapan akan meledak. Suatu pagi ia bangun dan merasakan tangannya kesemutan dan kaki kirinya sulit untuk digerakkan. Ia tahu bahwa kadar asam uratnya sudah begitu membahayakan dan mulai unjuk gigi. Ia segera berteriak memanggil anaknya untuk minta obat dan buru-buru meminumnya. Ia sadar bahwa inilah saatnya bertindak dan bahwa Tuhan telah mengirimkan peringatan untuk dirinya untuk segera mengubah pola makan dan olahraga. Beberapa hari kemudian saat kondisi dirinya membaik karena minum obat dan menghindari makanan tertentu ia mulai beraktivitas dan melupakan komitmennya untuk berolahraga dan mengubah pola makan. Ia berpikir bahwa semuanya masih bisa dikendalikan. Namun tanpa ia sadari monster di dalam dirinya perlahan tapi pasti berkembang menjadi makin besar. Apakah penundaan yang ia lakukan hanya terjadi di aspek kesehatan saja? Ternyata tidak! Kebiasaan menunda ini benar-benar menjadi bagian karakter dirinya. Pekerjaan kantornya seringkali harus melewati batas waktu yang ditentukan. Akibatnya adalah pekerjaan tersebut diselesaikan dengan asal-asalan karena sudah kehabisan waktu untuk dikerjakan dengan sempurna. Atasannya sudah memeringatkannya untuk bisa mengatur waktu dengan lebih baik. Namun hebatnya pikiran bawah sadarnya masih bisa mengatakan bahwa “everything is under control”. Itulah mekanisme pembelaan diri atau pembenaran diri. Banyak orang terjebak dalam mekanisme tersebut. Hal itu bisa terjadi karena manusia adalah mahluk yang mudah mentoleransi dirinya sendiri. Karena terlalu mudah mentoleransi akhirnya pada suatu hari di ujung jalan ia menyadari telah melenceng dari arah yang ia rencanakan. Banyak orang menyadari masalah setelah masalah tersebut telah menjadi besar. Sumber :http://www.ariesandi.com/personal-success/kebiasaan-paling-destruktif-yang-mungkin-anda-miliki-yang-harus-segera-diatasi/

8 Penyebab Mengapa Orang Suka Menunda dan Bagaimana Mengatasinya

8 Penyebab Mengapa Orang Suka Menunda dan Bagaimana Mengatasinya Now or LaterIni adalah lanjutan dari artikel “Kebiasaan Paling Destruktif yang Mungkin Anda Miliki yang Harus Segera Diatasi!” Di artikel tersebut saya membahas kasus seorang ibu yang merasa tidak berkembang dan menderita akibat kebiasaan destruktif yang dimiliki yaitu suka menunda-nunda yang sudah di level parah. Di artikel kali ini saya akan membahas tentang 8 Penyebab Mengapa Orang Suka Menunda dan Bagaimana Mengatasinya. Tidaklah mudah menghilangkan sebuah kebiasaan yang sudah menjadi kebiasaan atau bahkan menjadi sebuah karakter. Karena seperti sebuah ungkapan bijaksana yang saya sebutkan di artikel pertama tersebut bahwa : 8 Penyebab Mengapa Orang Suka Menunda dan Bagaimana Mengatasinya Now or LaterIni adalah lanjutan dari artikel “Kebiasaan Paling Destruktif yang Mungkin Anda Miliki yang Harus Segera Diatasi!” Di artikel tersebut saya membahas kasus seorang ibu yang merasa tidak berkembang dan menderita akibat kebiasaan destruktif yang dimiliki yaitu suka menunda-nunda yang sudah di level parah. Di artikel kali ini saya akan membahas tentang 8 Penyebab Mengapa Orang Suka Menunda dan Bagaimana Mengatasinya. Tidaklah mudah menghilangkan sebuah kebiasaan yang sudah menjadi kebiasaan atau bahkan menjadi sebuah karakter. Karena seperti sebuah ungkapan bijaksana yang saya sebutkan di artikel pertama tersebut bahwa : “Pola Pikir membentuk Kebiasaan. Kebiasaan membentuk Karakter. Karakter membentuk Nasib. Nasib menguatkan Pola Pikir kembali.” Kisah tentang ibu yang saya ceritakan sebelumnya hanyalah satu dari sekian banyak kasus permasalahan yang bersumber dari penundaan. Penundaan adalah sebuah problem yang dialami banyak orang. Beberapa orang menyadarinya, sementara lainnya tidak menyadari kalau ia punya masalah tersebut. Yang biasanya lebih menyadari adalah orang di sekitarnya yang menjadi korban dari penundaan yang terjadi ☺ Dampak dari kebiasaan menunda-nunda bisa menyebabkan seseorang kehilangan peluang emas, tekanan mental atau stress, pekerjaan yang menumpuk dan membingungkan, perasaan bersalah, kesedihan dan kekecewaan pada diri sendiri serta penyesalan yang mendalam. Apakah Anda ingin mengalami hal-hal tidak enak ini? Tentu saja tidak bukan? ☺ Mengapa kebiasaan penundaan bisa terjadi dan bagaimana melepaskan diri dari kebiasaan buruk ini? Jika Anda memiliki kebiasaan menunda-nunda, coba cek dan pelajari, mana yang kira-kira diantara 8 penyebab yang dibahas berikut ini yang jadi penyebab dari masalah penundaan Anda. Kadang mengetahui penyebab dari masalah penundaan sudah akan membuat Anda jadi bisa menentukan strategi untuk mengatasi kebiasaan ini. Kebiasaan menunda bisa terpicu melalui berbagai cara dan kejadian. Jadi saat Anda menunda melakukan sesuatu, sebabnya bisa berbeda. Terkadang Anda menunda karena bingung dengan tumpukan pekerjaan yang banyak, namun di lain saat Anda bisa menunda karena stress atau mungkin juga karena pengalaman buruk masa lalu atau karena ingin melarikan diri dari sebuah pekerjaan. Nah marilah kita mengeksplorasi sebab-sebab penundaan yang paling sering muncul dan cara sederhana untuk mengatasinya: 1. Stres Saat seseorang stres, kuatir, cemas atau gelisah maka sangatlah susah untuk bisa bekerja dengan produktif. Dalam situasi tersebut menunda sering kali menjadi salah satu pilihan yang sering diambil. Namun ini bukanlah cara yang bijak mengingat hal tersebut hanyalah bersifat sementara. Menunda hanyalah menghilangkan sementara stres namun ia tidak menyelesaikan masalah dan juga malah membuat pekerjaan menumpuk. Cara yang bijak adalah menghilangkan penyebab stres atau paling tidak menurunkan kadarnya kalau memang belum bisa dihilangkan secara total. Jika belum bisa dihilangkan secara total cobalah sediakan waktu untuk menyenangkan bagi Anda seperti pergi ke pantai, nonton bioskop, membaca buku, bersepeda, berenang, memancing, atau melakukan kegiatan yang merupakan hobi adalah salah satu untuk menyeimbangkan emosi Anda. 2. Terjebak dalam tumpukan tugas dan jadwal Terkadang dalam satu waktu Anda mungkin memiliki tugas lebih banyak dari waktu yang tersedia sehingga tiba-tiba saja Anda merasakan kekurangan waktu untuk menyelesaikan tumpukan tugas yang makin lama makin bertambah. Akhirnya Anda merasa terjebak dalam tumpukan jadwal dan tugas yang seakan tiada akhir. Dalam situasi seperti ini, secara logika mungkin kita berpikir apa bukannya jadi tambah fokus dan semangat kerjanya agar bisa menyelesaikan tumpukan pekerjaan? Ternyata tidak semua orang seperti itu. Kadang melakukan penundaan menjadi reaksi yang yang tidak Anda sadari. Anda tidak bermaksud menunda sebenarnya tetapi toh itu terjadi. Dalam situasi seperti ini maka kadang penyelesaiannya yang sederhana adalah : Menghilangkan hal-hal yang ingin dilakukan yang sebenarnya kurang bernilai untuk dilakukan. Mendelegasikan beberapa tugas, dan Menegosiasikan kembali batas waktu dari pekerjaan 3. Rasa malas Terkadang seseorang menunda karena terlalu letih secara fisik dan emosi. Akibatnya kita mengambil waktu untuk istirahat sejenak. Dan disinilah jebakannya. Ketika kita berhenti maka kecenderungan untuk bergerak lagi menjadi makin berat karena hukum fisika menunjukkan bahwa sebuah benda yang berhenti cenderung lebih berat bergerak lagi daripada kalau benda tersebut sudah bergerak walaupun perlahan. Akibatnya adalah munculnya rasa malas untuk bertindak menyelesaikan suatu tugas. Ketika rasa malas muncul maka makin beratlah untuk memulai sesuatu karena telah berada di zona nyaman. Bagaimana mengatasinya? Bergeraklah! Bangkitlah dari Kursi Anda! Lakukan olahraga kecil, lakukan tindakan kecil. Jangan biarkan diri Anda diam tak melakukan apapun! Ingatlah bahwa seseorang dengan tubuh yang bugar lebih mampu mengatasi berbagai rintangan dalam sebuah pekerjaan. 4. Kurangnya motivasi Kita semua pernah mengalami sedikit rasa malas dan ogah-ogahan. Hal itu wajar jika dalam kadar sedikit dan tidak sampai membuat kita menunda-nunda. Namun jika Anda memiliki motivasi rendah dan merasa bahwa yang Anda kerjakan membosankan serta kurang bisa memuaskan batin walau mungkin uangnya banyak maka hal ini harus segera diatasi. Selama motivasi Anda masih rendah maka Anda akan memiliki kecenderungan untuk menunda pekerjaan. Jadi solusinya bisa dengan mencari manfaat/keuntungan yang bisa membuat Anda termotivasi untuk melakukan hal yang diperlukan. Atau Anda harus segera mencari tahu apa yang sebenarnya bisa membuat Anda merasa berharga, berguna , dan bergairah dalam hidup ini. Temukan tujuan hidup Anda dan pekerjaan apa yang bisa memenuhi hal itu. 5. Kurangnya disiplin Walaupun motivasi kita tinggi namun seringkali kita tetap masih harus mengerjakan tugas yang kita kurang sukai namun diperlukan. Dalam situasi seperti ini maka disiplin diri memegang peranan penting sebagai pendukung motivasi diri. Jika disiplin kita rendah maka penundaan akan menyelinap masuk dan menguasai diri kita. Oleh karena itu Anda harus benar-benar meniatkan diri untuk menyelesaikan tugas, tidak peduli apakah itu menyenangkan atau tidak. Tanamkan dalam diri Anda bahwa justru hal-hal tidak enaklah yang akan membuat Anda sukses. Memang mudah mengerjakan hal-hal yang kita suka namun kesuksesan seringkali menuntut kita harus mengerjakan hal yang kita kurang sukai namun diperlukan untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. 6. Buruknya manajemen diri karena kebiasaan buruk. Apakah Anda pernah terlambat menghadiri rapat karena bangun kesiangan? Ini adalah salah satu contoh kebiasaan buruk yang menandakan jeleknya manajemen diri. Hal ini bisa mengakibatkan kita menunda pekerjaan karena waktu yang kacau membuat kita harus mendahulukan pekerjaan yang sudah didepan mata sehingga akhirnya mengorbankan pekerjaan lain yang sudah kita rencanakan. Akibatnya penundaan kecil semacam ini bisa menyebabkan tertumpuknya suatu tugas. Dan saat tugas-tugas itu jatuh tempo secara bersamaan maka kita akhirnya merasakan kekurangan waktu. Padahal itu dikarenakan penundaan kecil yang sering kita lakukan dan manajemen diri yang buruk. 7. Kurangnya keterampilan yang dibutuhkan. Seseorang juga mungkin menunda-nunda karena ketidakmampuan secara teknis. Kurangnya keterampilan ataupun pengetahuan yang dibutuhkan membuat seseorang segan dan ragu untuk memulai sesuatu. Jika Anda menyadari hal ini maka segera cari buku, training atau kursus singkat yang bisa menutupi kekurangan ini. Atau Anda delegasikan tugas tersebut. 8. Perfeksionis Salah satu sebab penundaan yang cukup sering adalah ingin perfeksionis yaitu keinginan untuk melakukan segala sesuatu setelah semuanya sempurna yang akhirnya membuat kita menunda melakukan rencana-rencana kita untuk menunggu ‘waktu yang tepat’. Ingatlah bahwa tidak ada yang sempurna karena segala sesuatu pasti bisa dibuat lebih baik. Kesempurnaan adalah resep utama untuk stres!! Berikan ijin pada diri Anda untuk mentoleransi beberapa kesalahan dan jadilah manusia normal ☺ Itulah 8 penyebab yang paling sering menyebabkan seseorang melakukan penundaan. Apakah ada penyebab lain? Tentu saja!! Saya hanya membahas penyebab-penyebab yang paling umum yang biasanya terjadi pada banyak orang saja. Nah sebelum saya menjelaskan tentang solusi atau teknik yang saya lakukan kepada klien-klien yang mengalami masalah penundaan, ada satu hal yang saya rasa Anda ingin tahu, apa itu? Anda tentu ingin tahu kalau di masalah penundaan ini, Anda berada di level apa? Lho penundaan pun ada levelnya? Oh ya jelas ada!! ☺ Ada “Level yang Parah”, “Level Sedang” atau “Level Rendah”. Dimanakah Anda? Nah untuk mendeteksi hal tersebut, saya sudah membuat sebuah Kuesioner “Deteksi Tingkat Penundaan Anda” dimana Anda nanti tinggal mengisi kuesioner (menjawab pertanyaan yang diajukan) maka setelah itu Anda akan mendapat hasil analisa tentang di level apa Anda berada untuk masalah penundaan dan Anda juga mendapat penjelasan lebih detil tentang level Anda ini. Saya awalnya ingin membebankan biaya untuk melakukan tes/kuesioner ini, tetapi akhirnya saya berubah pikiran dan akan saya berikan secara GRATIS!! Tunggu kabar saya via email (jika Anda sudah subscribe di Ariesandi.com) atau di Facebook.com/AriesandiCht tentang cara mengakses Kuesioner “Deteksi Tingkat Penundaan Anda” yang akan siap dalam beberapa hari ke depan. Sambil menunggu kuesioner tersebut diaktifkan, saya ingin tahu dari 8 penyebab itu, kira-kira mana yang sering menjadi penyebab saat Anda menunda melakukan sesuatu? Tolong tuliskan di bagian comment/komentar di bawah ini. Saya membaca setiap comment yang masuk. Dan tak lupa, jika Anda merasa artikel ini bermanfaat bagi Anda, tolong LIKE atau TWEET di tombol di pinggir kiri website ini. Semoga pembahasan di artikel ini bisa bermanfaat besar bagi Anda dalam meraih kesuksesan, kesehatan dan kebahagiaan Anda.

Minggu, 07 April 2013

Bermain dan Arti Pentingnya Bermain

Bermain dan Arti Pentingnya Bermain dapat di Download di Sini
Bermain merupakan kegiatan eksplorasi diri dan sebagai salah satu cara bagi anak untuk belajar.... Read More 

Teori Medan Kurt Lewin

KURT LEWIN ( KURT LEWIN (Teori Medan (Field Theory)

Kurt Lewin lahir pada tanggal 9 September 1890 disuatu desa kecil di Prusia, daerah dosen. Ia adalah anak kedua dari empat bersaudara, Lewin menyelesaikan sekolah menengahnya di Berlin tahun 1905 kemudian ia masuk Universitas di Freiburg dengan maksud belajar ilmu kedokteran, tetapi ia segera melepaskan idenya ini dan setelah satu semester belajar psikologi pada universitas di sana.

Lewin menghabiskan sisa sisa hidupnya di Amerika Serikat. Ia adalah profesor dalam bidang psikologi anak-anak pada Universitas Cornell selama dua tahun (1933-1935) sebelum dipanggil ke Universitas negeri Iowa sebagai profesor psikologi pada Badan Kesejahteraan Anak. Pada tahun 1945, Lewin menerima pengangkatan sebagai profesor dan direktur Pusat Penelitian untuk dinamika kelompok di Institut Teknologi Massachussetts. Pada waktu yang sama, ia menjadi direktur dari Commission of Community Interrelation of The Amerika Jewish Congress, yang aktif melakukan penelitian tentang masalah masalah kemasyarakatan. Ia meninggal secara mendadak karena serangan jantung di Newton Ville, Massachussetts, pada tanggal 9 Februari 1947 pada usia 56 tahun.

Konsep Utama Teori Lewin
Bagi Lewin, teori medan bukan suatu sistem psikologi baru yang terbatas pada suatu isi yang khas: teori medan merupakan sekumpulan konsep dengan dimana seseorang dapat menggambarkan kenyataan psikologis. Konsep konsep ini harus cukup luas untuk dapat diterapkan dalam semua bentuk tingkah laku, dan sekaligus juga cukup spesifik untuk menggambarkan orang tertentu dalam suatu situasi konkret. Lewin juga menggolongkan teori medan sebagai “suatu metode untuk menganalisis hubungan hubungan kausal dan untuk membangun konstruk-konstruk ilmiah”
Ciri ciri utama dari teori Lewin, yaitu :
Tingkah laku adalah suatu fungsi dari medan yang ada pada waktu tingkah laku itu terjadi
Analisis mulai dengan situasi sebagai keseluruhan dari mana bagian bagian komponennya dipisahkan
Orang yang kongkret dalam situasi yang kongkret dapat digambarkan secara matematis.
Konsep konsep teori medan telah diterapkan Lewin dalam berbagai gejala psikologis dan sosiologis, termasuk tingkah laku bayi dan anak anak , masa adolsen , keterbelakangan mental, masalah masalah kelompok minoritas, perbedaan perbedan karakter nasional dan dinamika kelompok.
Dibawah ini kita akan membahas Teori Lewin tentang struktur, dinamika dan perkembangan kepribadian yang dikaitkan dengan lingkungan psikologis, karena orang orang dan lingkungannya merupakan bagiab bagian ruang kehidupan (life space) yang saling tergantung satu sama lain. Life space digunakan Lewin sebagai istilah untuk keseluruhan medan psikologis.
Struktur Kepribadian

Menurut Lewin sebaiknya menggambarkan pribadi itu dengan menggunakan definisi konsep-konsep struktural secara spasial. Dengan cara ini , Lewin berusaha mematematisasikan konsep-konsepnya sejak dari permulaan. Matematika Lewin bersifat non-motris dan menggambarkan hubungan-hubungan spasial dengan istilah-istilah yang berbeda. Pada dasarnya matematika Lewin merupakan jenis matematika untuk menggambarkan interkoneksi dan interkomunikasi antara bidang bidang spasial dengan tidak memperhatikan ukuran dan bentuknya.
Pemisahan pribadi dari yang lain-lainnya di dunia dilakukan dengan menggambarkan suatu figur yang tertutup. Batas dari figur menggambarkan batas batas dari entitas yang dikenal sebagai pribadi. Segala sesuatu yang terdapat dalam batas itu adalah P (pribadi): sedangkan segala sesuatu yang terdapat di luar batas itu adalah non-P.
          Selanjutnya untuk melukiskan kenyataan psikologis ialah menggambar suatu figur tertutup lain yang lebih besar dari pribadi dan yang melingkupnya. Bentuk dan ukuran figur yang melingkupi ini tidak penting asalkan ia memenuhi dia syarat yakni lebih besar dari pribadi dan melingkupimya. Figur yang baru ini tidak boleh memotong bagian dari batas lingkaran yang menggambarkan pribadi.
Lingkaran dalam elips ini bukan sekedar suatu ilustrasi atau alat peraga, melainkan sungguh-sungguh merupakan suatu penggambaran yang tepat tentang konsep-konsep struktural yang paling umum dalam teori Lewin, yakni pribadi, lingkungan psikologis dan ruang hidup.

Ruang Hidup
Ruang hidup mengandung semua kemungkinan fakta yang dapat menentukan tingkah laku individu. Ruang hidup meliputi segala sesuatu yang harus diketahui untuk memahami tingkah laku kongkret manusia individual dalam suatu lingkungan psikologis tertentu pada saat tertentu. Tingkah laku adalah fungsi dari ruang hidup.

Secara matematis : TL = f( RH)

Fakta fakta non psikologis dapat dan sungguh sungguh mengubah fakta fakta psikologis. Fakta fakta dalam lingkungan psikologis dapat juga menghasilkan perubahan perubahan dalam dunia fisik. Ada komunikasi dua arah antara ruang hidup dan dunia luar bersifat dapat ditembus (permeability), tetapi dunia fisik (luar) tidak dapat berhubungan langsung dengan pribadi karena suatu fakta harus ada dalam lingkungan psikologis sebelum mempengaruhi/dipengaruhi oleh pribadi.

Lingkungan Psikologis
Meskipun pribadi dikelilingi oleh lingkungan psikologisnya, namun ia bukanlah bagian atau termasuk dalam lingkungan tersebut. Lingkungan Psikologis berhenti pada batas pinggir elips, Tetapi batas antara pribadi dan lingkungan juga bersifat dapat ditembus. Hal ini berarti fakta fakta lingkungan dapat mempengaruhi pribadi.
Secara matematis : P = f (LP)
Dan fakta fakta pribadi dapat mempengaruhi lingkungan.
Secara matematis : LP = f (LP)
Pribadi
Menurut Lewin, pribadi adalah heterogen, terbagi menjadi bagian bagian yang terpisah meskipun saling berhubungan dan saling bergantung. Daerah dalam personal dibagi menjadi sel sel. Sel sel yang berdekatan dengan daerah konseptual motor disebut sel sel periferal ;p; sel sel dalam pusat lingkaran disebut sel sel sentral,s.
          Sistem motor bertidak sebagai suatu kesatuan karena biasanya lahannya dapat melakukan suatu tindakan pada satu saat. Begitu pula dengan sistem perseptual artinya orang hanya dapat memperhatikan dan mempersepsikan satu hal pada satu saat. Bagian bagian tersebut mengadakan komunikasi dan interdependen; tidak bisa berdiri sendiri.

Dinamika Kepribadian
Konsep-konsep dinamika pokok dari Lewin yakni kebutuhan energi psikis, tegangan , kekuatan atau vektor dan valensi. Konstruk konstruk dinamik ini menentukan lokomosi khusus dari individu dan cara ia mengatur struktur lingkungannya, Lokomosi dan perubahan perunahan struktur berfungsi mereduksikan tegangan dengan cara memuaskan kebutuhan. Suatu tegangan dapat direduksikan dan keseimbanagan dipulihkan oleh suatu lokomosi substitusi. Proses ini menuntut bahwa dua kebutuhan erat bergantungan satu sama lain sehingga pemiasan salah satu kebutuhan adalah melepaskan tegangan dari sistem kebutuhan lainnya.
Akhirnya, tegangan dapat direduksikan dengan lokomosi lokomosi murni khayalan. Seseorang yang berkhayal bahwa ia telah melakukan suatu perbuatan yang sulit atau menempati suatu jabatan yang tinggi mendapat semacam kepuasan semu dari sekedar berkhayal tentang keberhasilan.
Dinamika kepribadian menrut Kurt Lewin:

Enerji
Menurut Lewin manusia adalah system energi yang kompleks. Energi muncul dari perbedaan tegangan antar sel atau antar region. Tetapi ketidakseimbangan dalam tegangan juga bias terjadi antar region di system lingkungan psikologis.

Tegangan
Tegangan ada dua yaitu tegangan yang cenderung menjadi seimbang dan cenderung untuk menekan bondaris system yang mewadahinya.

Kebutuhan
Menurut Lewin kebutuhan itu mencakup pengertian motif, keinginan dan dorongan. Menurut Lewin kebutuhan ada yang bersifat spesifik yang jumlahnya tak terhingga, sebanyak keinginan spesifik manusia.

Tindakan (Action)
Disini dibutuhkan dua konsep dalam tindakan yang bertujuan didaerah lingkungan psikologis.

Valensi
Adalah nilai region dari lingkungan psikologis bagi pribadi. Region dengan valensi positif dapat mengurangi tegangan pribadi, akantetapi region dengan valensi negative dapat meningkatkan tegangan pribadi (rasa takut).

Vektor
Tingkah laku atau gerak seseorang akan terjadi kalau ada kekuatan yang cukup yang mendorongnya. Meminjam dari matematika dan fisika, Lewin menyebut kekuatan itu dengan nama Vektor. Vektor digambar dalam ujud panah, merupakan kekuatan psikologis yang mengenai seseorang, cenderung membuatnya bergerak ke arah tertentu. Arah dan kekuatan vektor adalah fungsi dari valensi positif dan negatif dari satu atau lebih region dalam lingkungan psikologis. Jadi kalau satu region mempunyai valensi positif (misalnya berisi makanan yang diinginkan), vektor yang mengarahkan ke region itu mengenai lingkaran pribadi. Kalau region yang kedua valensinya negatif (berisi anjing yang menakutkan), vektor lain yang mengenai lingkaran pribadi mendorong menjauhi region anjing. Jika beberapa vektor positif mengenai dia, misalnya, jika orang payah – dan lapar – dan makanan harus disiapkan, atau orang harus hadir dalam pertemuan penting – dan tidak punya waktu untuk makan siang, hasil gerakannya merupakan jumlah dari semua vektor. Situasi itu Bering melibatkan konflik, topik yang penelitiannya dimulai oleh Lewin dan menjadi topik yang sangat Iuas dari Miller dan Dollard.

Lokomosi
Lingkaran pribadi dapat pindah dari satu tempat ketempat lain di dalam daerah lingkungan psikologis. Pribadi pindah ke region yang menyediakan pemuasan kebutuhan pribadi-dalam, atau menjauhi region yang menimbulkan tegangan pribadi-dalam. Perpindahan lingkaran pribadi itu disebut lokomosi (locomotion). Lokomosi bisa berupa gerak fisik, atau perubahan fokus perhatian. Dalam kenyataan sebagian besar lokomosi yang sangat menarik perhatian psikolog berhubungan dengan perubahan fokus persepsi dan proses atensi.

Event
Lewin menggambarkan dinamika jiwa dalam bentuk gerakan atau aksi di daerah ruang hidup, dalam bentuk peristiwa atau event. Telah dijelaskan di depan, bahwa peristiwa (event) adalah hasil interaksi antara dua atau Iebih fakta balk di daerah pribadi maupun di daerah lingkungan. Komunikasi (hubungan antar sel atau region) dan lokomosi (gerak pribadi) adalah peristiwa, karena keduanya melibatkan dua fakta atau lebih. Ada tiga prinsip yang menjadi prasyarat terjadinya suatu peristiwa; keterhubungan (related¬ness), kenyataan (concretness), kekinian (contemporary), sebagai berikut:
Keterhubungan: Dua atau lebih fakta berinteraksi, kalau antar fakta itu terdapat hubungan-hubungan tertentu, mulai dari hubungan sebab akibat yang jelas, sampai hubungan persamaan atau perbedaan yang secara rasional tidak penting.
Kenyataan: Fakta harus nyata-nyata ada dalam ruang hidup. Fakta potensial atau peluang yang tidak sedang eksis tidak dapat mempengaruhi event masa kini. Fakta di luar lingkungan psikologis tidak berpengaruh, kecuali mereka masuk ke ruang hidup.
Kekinian: Fakta harus kontemporer. Hanya fakta masa kini yang menghasilkan tingkahlaku masa kini. Fakta yang sudah tidak eksis tidak dapat menciptakan event masa kini. Fakta peristiwa nyata di masa lalu atau peristiwa potensial masa mendatang tidak dapat menentukan tingkahlaku saat ini, tetapi sikap, perasaan, dan fikiran mengenai masa Ialu dan masa mendatang adalah bagian dari ruang hidup sekarang dar mungkin dapat mempengaruhi tingkahlaku. Jadi, ruang hidup sekarang harus mewakili isi psikologi masa lalu, sekarang, dan masa mendatang.

Konflik
Konflik terjadi di daerah lingkungan psikologis. Lewin mendefinisikar konflik sebagai situasi di mana seseorang menerima kekuatan-kekuatan yang sama besar tetapi arahnya berlawanan. Vektor-vektor yang mengenai pribadi, mendorong pribadi ke arah tetentu dengan kekuatan tertentu. Kombinasi dari arah dan kekuatan itu disebut jumlah kekuatan (resultant force), yang menjadi kecenderungan lokomosi pribadi (lokomosi psikologikal atau fisikal). Ada beberapa jenis kekuatan, yang bertindak seperti vektor, yakni:
Kekuatan pendorong (driving force): menggerakkan, memicu terjadinya lokomosi ke arah yang ditunjuk oleh kekuatan itu.
Kekuatan penghambat (restraining force): halangan fisik atau sosia menahan terjadinya lokomosi, mempengaruhi dampak dari kekuatan pendorong
Kekuatan kebutuhan pribadi (forces corresponding to a persons needs): menggambarkan keinginan pribadi untuk mengerjakan sesuatu.
Kekuatan pengaruh (induced force): menggambarkan keinginan dari orang lain (misalnya orang tua atau teman) yang masuk menjadi region lingkungan psikologis.
Kekuatan non manusia (impersonal force): bukan keinginan pribadi tetapi juga bu kan keinginan orang lain. Ini adalah kekuatan atau tuntutan dan fakta atau objek.

    Konflik tipe 1:

Konflik yang sederhana terjadi kalau hanya ada dua kekuatan berlawanan yang mengenai individu. Konflik semacam ini disebut konflik tipe 1 (Maaf untuk gambar mohon cari sendiri). Ada tiga macam konflik tipe 1:
Konflik mendekat-mendekat, dua kekuatan mendorong ke arah yang berlawanan, misalnya orang dihadapkan pada dua pilihan yang sama¬sama disenanginya.
Konflik menjauh-menjauh, dua kekuatan menghambat ke arah yang yang berlawanan, misalnya orang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak disenanginya.
Konflik mendekat-menjauh, dua kekuatan mendorong dan menghambat muncul dari satu tujuan, misalnya orang dihadapkan pada pilihan sekaligus mengandung unsur yang disenangi dan tidak disenanginya.

    Konflik tipe 2:

Konflik yang kompleks bisa melibatkan lebih dari dua kekuatan. Konflik yang sangat kompleks dapat membuat orang menjadi diam, terpaku atau terperangkap oleh berbagai kekuatan dan kepentingan sehingga dia tidak dapat menentukan pilihan, adalah konflik tipe 2.

    Konflik tipe 3

Orang berusaha mengatasi kekuatan-kekuatan penghambat, sehingga konflik menjadi terbuka,ditandai sikap kemarahan,agresi,pemberontakan atau sebaliknya penyerahan diri yang neorotik. Pertentangan antar kebutuhan pribadi-dalam, konflik antar pengaruh,dan pertentangan antar kebutuhan dengan pengaruh,menimbulkan pelampiasan usaha untuk mengalahkan kekuatan penghambat.

Tingkat Realita
Konsep realita menurut Lewin adalah realita berisi lokomosi aktual,dan tak-tak realita berisi lokomosi imajinasi. Realita dan tak realita adalah suatu kontinum dari ekstrim realita sampai ekstrim tak realita. Lokomosi mempunyai tingkat realita dan tak realita berbeda-beda.
Menstuktur Lingkungan
Lingkungan psikologi adalah konsep yang sangat mudah berubah. Dinamika dari lingkungan dapat berubah dengan 3 cara yakni:
Perubahan valensi : Region bisa berubah secara kuantitatif-valensinya semakin positif atau semakin negatif,atau berubah secara kualitatif dari positif menjadi negatif atau sebaliknya region baru bisa muncul dan region lama bisa hilang.
Perubahan vektor : Vektor mungkin dapat berubah dalam kekuatan dan arahnya.
Perubahan Bondaris : Bondaris mungkin menjadi semakin permeabel atau semakin tidak permeabel,mungkin muncul sebagai bondaris atau tidak muncul sebagai bondaris.
Mempertahankan Keseimbangan
Dalam sistem reduksi tegangan,tujuan dari proses psikologis adalah mempertahankan pribadi dalam keadaan seimbang. Yang paling umum dan paling efektif untuk mengembalikan keseimbangan adalah melalui lokomosi dalam lingkungan psikologis,memindah pribadi ke region tempat objek yang bervalensi positif(yang memberi kepuasan). Tapi kalau region yang diinginkan mempunyai bondaris yang tak permeabel tegangan terkadang dapat dikurangi(dan keseimbangan dapat diperoleh)dengan melakukan lokomosi pengganti,pindah ke region yang dapat memberi kepuasan lain(yang bondarisnya permeabel) ternyata dapat menghilangkan tegangan dari system kebutuhan semula.
Kecenderungan mencapai keseimbangan itu tidak berarti membuat diri seimbang sempurna,tetapi menyeimbangkan semua tegangan dalam daerah pribadi-dalam. Lewin menjelaskan bahwa dalam sistem yang kompleks menjadi seimbang bukan berarti hilangnya tegangan,tetapi mempeoleh keseimbangan dari tegangan internal. Tujuan utama dari perkembangan psikologis adalah menciptakan semacam struktur internal yang menjamin keseimbangan psikologis bukan membuat bebas tegangan.


Perkembangan Kepribadian
Menurut Lewin hakekat Perkembangan Kepribadian itu adalah :

Diferensiasi
Yaitu semakin bertambah usia, maka region region dalam pribadi seseorang dalam LP-nya akan semakin bertambah. Begitu pula dengan kecakapan kecakapan/ keterampilan keterampilannya.
Contoh : orang dewasa lebih pandai menyembunyikan isi hatinya daripada anak-anak (region anak lebih mudah ditembus).
Perubahan dalam variasi tingkah lakunya
Perubahan dalam organisasi dan struktur tingkah lakunya lebih kompleks.
Bertambah luas arena aktivitas
contoh: Anak kecil terikat oleh masa kini sedangkan orang dewasa terikat oleh masa kini, masa lampau dan masa depan.
Perubahan dalam realitas. Dapat membedakan yang khayal dan yang nyata, pola berpikir meningkat, contohnya dari pola berpikir assosiasi menjadi pola berpikir abstrak.
Ba8. Tokoh - Tokoh Psikologi


Pandangan dasar Psikologi Gestalt menyatakan bahwa gejala Psikologi terjadi pada suatu medan/lapangan (field) yang merupakan suatu sistem yang saling tergantung (interdependent) yang meliputi persepsi dan pengalaman masa lampau. Dalam hal ini unsur-unsur individu dari medan (field) tidak dapat dipahami tanpa mengetahui medan tersebut sebagai suatu keseluruhan.

Latar Belakang Psikodinamika
Teori lapangan (Field Theory) atau dinamakan juga Teori Psikodinamika, sering dikira orang hanya dikemukakan oleh Kurt Lewin saja. Hal ini tidak benar, karena selain Lewin ada tokoh-tokoh lain yang juga mengemukakan Teori Lapangan seperti Tolman (1932), Wheeler (1940), Lashley (1929) dan Brunswik (1949). Kelebihan Kurt Lewin atas tokoh-tokoh lainnya adalah bahwa Lewinlah yang paling jauh mengembangkan teori Lapangan ini sehingga ia dikenal sebagai tokoh yang paling terkemuka. Teori Lapangan Kurt Lewin sangat dipengaruhi oleh aliran Psikologi Gestalt.Oleh karena itu tidak mengherankan jika teori lapangan dari Kurt Lewin juga sangat mengutamakan keseluruhan daripada elemen atau bagian dalam studinya tentang jiwa manusia.

Salah satu ciri yang terpenting dari teori lapangan adalah bahwa teori ini menggunakan metode konstruktif.Metode konstruktif, atau disebut juga metode “genetik” adalah metode yang digunakan Lewin sebagai metode “klasifikasi”.Metode klasifikasi menurut Lewin mempunyai kelemahan karena hanya mengelompokkan obyek studi berdasarkan persamaan-persamaannya saja.
Sifat dinamis ini ada pada metode konstruktif yang mengklasifikasikan obyek-obyek studinya berdasarkan hubungan antara satu obyek dengan obyek lainnya. Ini adalah konsekuensi pertama dari penggunaan metode konstruktif dalam teori lapangan. Dengan “dinamis” dimaksudkan bahwa teori lapangan harus dapat mengungkapkan forces (daya, kekuatan) yang mendorong suatu tingkah laku.
Konsekuensi kedua dari metode konstruktif yang menjadi ciri teori lapangan adalah bahwa cara pendekatan yang digunakan dalam teori lapangan selalu harus psikologis. Semua konsep harus didefinisikan secara operasional. Akan tetapi, berbeda dari behaviorisme, definisi operasional dalam teori lapangan tidak obyektif melainkan subyektif.
Ketiga, analisis dalam teori lapangan harus berawal dari situasi sebagai keseluruhan, tidak dimulai dari elemen-elemen yang berdiri sendiri-sendiri. Dari awal yang menyeluruh itu barulah dapat dilakukan analisis terhadap masing-masing elemen atau bagian dari situasi secara khusus.
Keempat, tingkah laku harus dianalisis dalam “lapangan” di saat di mana tingkah laku terjadi. Cara pendekatannya tidak perlu historis, jadi tidak perlu menghubungkan dengan masa lalu seperti psikoanalisis, tetapi harus tetap sistematis.
Konsekuensi kelima adalah bahwa bahasa yang digunakan dalam teori lapangan harus eksak dan logis, jadi harus berupa bahasa matematik. Tetapi bahasa matematik tidak hanya kuantitatif. Bahasa matematik menurut Lewin bisa juga kualitatif. Dalam hubungan ini ia meminjam istilah-istilah dari geometri, khususnya tipologi (cabang geometri yang menganalisis posisi) untuk menerangkan peristiwa-peristiwa Psikologik.


Konsep – Konsep Dasar Teori Lapangan
Metode konstruktif memerlukan konstruk-konstruk yaitu pengertian yang mencakup serangkaian konsep. Dengan kata lain, konstruk adalah elemen dari teori lapangan, sedangkan konsep adalah elemen dari konstruk, konstruk yang terpenting dari teori lapangan tentunya adalah lapangan itu sendiri, yang dalam psikologinya diartikan sebagai lapangan kehidupan (life space)
Lapangan Kehidupan
Lapangan kehidupan dari seorang individu terdiri dari orang itu sendiri dan lingkungan kejiwaan (psikologi) yang ada padanya. Demikian pula lapangan kehidupan suatu kelompok adalah kelompok itu sendiri ditambah dengan lingkungan tempat kelompok itu berada pada suatu saat tertentu.
Jelaslah bahwa dalam konstruk yang paling dasar tentang lapangan kehidupan ini Lewin hanya memperhitungkan hal-hal yang ada bagi individu atau kelompok (subyek) belum tentu ada secara obyektif, sedangkan ada yang secara obyektif belum tentu ada secara subyektif. Disinilah tampak bahwa kurt Lewin lebih mementingkan deskripsi yang subyektif.
Ada atau tidak adanya sesuatu bagi subyek harus dibuktikan dengan ada atau tidak adanya pengaruh dari sesuatu itu terhadap subyek yang bersangkutan. Ibu, teman, dan kebutuhan adalah contoh hal-hal yang berpengaruh pada subyek. Oleh karena itu, hal-hal tersebut ada dalam lapangan kehidupan subyek yang bersangkutan. Sebaliknya, bencana alam di negara lain atau perubahan posisi dari bintang-bintang tertentu dilangit tidak berpengaruh pada subyek, sehingga tidak pada lapangan kehadapan subyek.
Ruang hidup (alwisol, 2004) merupakan gabungan antara daerah pribadi dan daerah lingkungan psikologis, yang secara matematis dapat dirumuskan dalam formula sebagai berikut:
Rh = ( P + E)
Keterangan:
Rh = Ruang Hidup
P = Daerah Pribadi
E = Daerah lingkungan psikologis
Tingkah laku dan Lokomosi
Tingkah laku menurut Lewin adalah lokomosi yang berarti perubahan atau gerakan pada lapangan kehidupan. Misalnya, seorang pegawai pergi dari kantornya (wilayah kerja) kerumah sakit (wilayah kesehatan) untuk memeriksakan diri ke dokter, maka pegawai itu melakukan lokomosi.Namun, kalau perpindahan itu terjadi pada waktu pegawai tersebut seorang pingsan di kantor dan di gotong ke rumah sakit, maka itu bukanlah lokomosi atau tingkah laku
Lokomosi dapat terjadi karena ada “ komunikasi” antara dua wilayah dalam lapangan kehidupan seseorang.Komunikasi antara 2 wilayah itu menimbulkan ketegangan pada salah satu wilayah dan ketegangan menimbulkan kebutuhan dan kebutuhan inilah yang menyebabkan tingkah laku.
Daya (Force) Daya ini didefinisikan sebagai suatu hal yang menyebabkan perubahan.
Perubahan dapat terjadi jika pada suatu wilayah ada valensi tertentu. Valensi dapat bersifat negative atau positif tergantung pada daya tarik atau daya tolak yang ada pada wilayah tersebut. Kalau suatu wilayah mempunyai valensi positif maka ia akan menarik daya-daya dari wilayah-wilayah lain untu bergerak menuju arahnya.Sebaliknya, jika valensi yang ada pada suatu wilayah negatif , maka daya-daya yang ada akan menghindar atau menjauhi wilayah.
Berbicara tentang daya, Kurt Lewin membagi-bagi daya dalam beberapa jenis:
Daya Mendorong
Daya yang Menghambat
Daya yang Berasal dari kebutuhan sendiri
Daya yang berasal dari orang lain
Daya yang impersonal
Ketegangan
Meredakan ketegangan tidak berarti bahwa ketegangan itu harus hilang sama sekali (dalam keadaan nol), melainkan ketegangan itu disebarkan secara merata dari satu wilayah ke wilayah lain dalam lapang kehidupan.
Faktor yang penting yang dapat menurunkan ketegangan adalah tembusan, yaitu sampai berapa jauh batas-batas suatu wilayah dapat ditembus oleh adanya dari wilayah-wilayah lain disekitarnya
Substitusi lebih dimungkinkan jika antara dua wilayah yang bersangkutan terdapat banyak persamaan. Selain itu, substitusi lebih mudah terjadi pada orang-orang dengan lapang kehidupan yang cukup berdiferensiasi, berkembang dan bercabang-cabang , asalkan batas-batas wilayah yang ada dalam lapang kehidupan yang bersangkutan masih cukup tertembus oleh daya-daya yang akan masuk.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah kejenuhan,kalau kebutuhan-kebutuhan yang mendasari daya itu sudah dipuaskan sampai jenuh, maka ketegangan itu akan berkurang dengan sendirinya
Penerapan Teori Lewin
Diatas telah diuraikan konsep-konsep dalam teori Lewin selanjutnya meninjau bagaimana penerapan teori-teori pada gejala kejiwaan yang kongkret. Dua contoh gejala kejiwaan akan dikemukakan dibawah ini, yaitu “konflik” dan “tingkah laku agresif”.

Konflik
Konflik adalah suatu keadaan dimana ada daya-daya saling bertentangan arah’ tetapi dalam kadar kekuatan yang kira-kira sama.
Ada tiga macam konflik yaitu:
a. Konflik mendekat-mendekat (approach-approach conflict) yaitu orang berada diantara dua valensi (nilai) positif yang sama kuat.
Contohnya: seorang artis harus memilih prfvesinya sebagai bintang sinotron atau melanjutkan pendidikannya sebagai mahasiwa kedokteran.
b. Konflik menjauh-menjauh (avoidance-avoidance conflict ) yaitu orang –berada diantara dua valensi negatif yang sama kuat.
Contohnya: seorang yang terjebak di gedung lantai 10 yang kebakaran. Ia harus memilih lewat tangga darurat dengan waktu yang cukup lama (tidak sempat sampai ke lantai satu) atau loncat dengan resiko akan mati.
c. Konflik mendekat-menjauh (approach-avoidance conflict) yaitu seseorang menghadapi valensi positif dan negatife pada jurusan yang sama.
Contoh: anak meminta dan sayang kepada orang tua karena orang tua memberi, tetapi anak juga membenci orang tua karena orang tua serba melarang.(Sarwono, 2002)

Tingkah laku Agresif
Dalam eksperimennya, Kurt Lewin, dkk ( Lewin, Lippit, White, 1939, dalam Sarwono, 2004) menemukan bahwa dalam kelompok anak laki-laki yang diberi tugas-tugas tertentu dibawah pimpinan seorang pemimpin yang demokratis tampak perilaku agresif yang sedang, sedangkan pemimpin yang otoriter tampak perilaku agresi yang tinggi atau malahan sangat rendah.
Dalam kelompok demokratis daya-daya berimbang antara yang mendorong dan menghambat agresivitas sehingga mencapai tingkat yang sedang. Dalam kelompok yang otoriter, tingkah laku agresif meningkat tinggi apabila perasaan kebersamaan berkurang/ mengendor. Atau sebaliknya ada daya penekan yang begitu besar yang menghambat daya dorong tingkah laku agresif sehingga agresif tidak muncul.

Teori-Teori Lapangan dalam Psikologi
Teori dari Kurt Lewin danggap lebih manusiawi sehingga banyak ahli psikologi sosial yang tertarik dan mengembangkan lebih lanjut teori dari Kurt Lewin. Berikut ini akan dijelaskan 4 teori lapangan yang diterapkan psikologi sosial, yaitu :
Teori tentang hubungan interpersonal (antarmanusia) dari Heider (1958)
Berbeda dengan Lewin yang menggunakan istilah-istilah khusus, Heider menggunakan istilah sehari-hari yang digunakan orang awam sehingga psikologi Heider disebut psikologi common sense (logika berfikir sehari-hari). Common sense merupakan hal yang mengatur tingkah laku orang terhadap orang lain dan juga banyak mengandung kebenaran.
Heider mengemukakan bahwa tingkah laku interpersonal dapat diuraikan kedalam 10 aspek yaitu:
Mengamati orang lain
Pengamatan terhadap orang sebenarnya tidak berbeda dari pengamatan terhadap objek-objek lainnya (seperti meja, mobil, pohon, dll). Orang yang diamati disini memiliki kemampuan emosi, kehendak, keinginan , yang tidak terdapat pada benda mati. Seseorang (P) yang mengamati orang lain (O) tahu bahwaO tersebut juga mengamati P kembali. Dalam pengalaman timbal balik tersebut, baik O maupun P menghadapi dua pengalaman, yaitu pengalaman fenomenal dan pengalaman kausal. Pengalaman fenomenal adalah segala sesuatu yang terjadi dalam hubungan orang dengan lingkungannya, sedangkan pengalaman kausal orang yang bersangkutan mencoba menganalisis faktor-faktor/ kondisi-kondisi yang mendasari pengalaman fenomenal.
Orang lain sebagai pengamat
Dalam pengamatan terhadap lingkungannya, termasuk terhadap orang lain (O), seseorang (P) menyadari bahwa O juga mengamati P. Pengetahuan ini berpengaruh terhadap P dalam berbagai hal, yaitu tindakan, harapan, dan sifat-sifatnya. Misalnya, kalau Nanha melihat Lina senang pada tindakannya, maka Nanha akan membuat tindakan itu lagi, tetapi kalau Lina tidak senang, Nanha akan menghindari tindakan tersebut.
Analisis yang naïf terhadap tindakan orang lain dalam menginterpretasikan perilaku orang lain dilakukan analisis secara sederhana (naïf) dan dalam sifat itu dicari sifat-sifat bawaan (dispotitional properties) dari orang yang sedang diamati tersebut. Sifat-sifat bawaan adalah faktor-faktor yang mendasari perilaku seorang yang tidak berubah-ubah (permanen) seperti intelegensi.
Kaulitas personal dan impersonal
Dalam kausalitas personal, seseorang (P) dengan sengaja menghasilkan objek lain (X) tujuan P pada X adalah tetap (equifinality) dan untuk mencapai tujuan itu, seseorang (P) mengubah-ubah tindakannya kalau ia menghadapi situasi yang berbeda-beda. Disini faktor yang penting adalah faktor motivasi.
Dalam kausalitas impersonal, seseorang (P) tidak dengan sengaja menghasilkan objek lain (X). X yang dihasilkan seseorang (P) bisa bermacam-macam (multifinality) tergantung pada situasi yang dihadapinya. Motivasi disini tidak berpengaruh karena daya lingkungan yang lebih menentukan.
Hasrat dan Kesenangan
Hasrat (desire) adalah sesuatu yang harus ada terlebih dahulu sebelum timbul percobaan (trying). Dengan kata lain, hasrat merupakan prakondisi dari percobaan, sedangkan kesenangan (pleasure) adalah pengalaman yang timbul akibat (setelah) percobaan.
Sentimen
Perasaan yang timbul dalam diri seseorang(P) kepada orang lain (O) atau benda-benda lain (X). Sentimen ada 2 macam yaitu positif dan negatif yang dinamai oleh Heider suka (like) dan tidak suka (dislike).Pengaruh dari dua jenis sentimen ini terhadap hubungan interpersonal adalah bahwa ia dapat menimbulkan atau menghambat pembentukan unit (Unit information) dan keadaan berimbang (balance stale)

Keharusan dan Nilai
Keharusan adalah hal-hal yang dituntut oleh lingkungan (Bukan untuk orang lain) untuk dilakukan seseorang (P). jadi, keharusan bersifat impersonal.Nilai juga bersifat impersonal.Nilai menurut Heider hanya menyangkut segi positif dari suatu hal.Jadi, kalau suatu hal dianggap bernilai oleh seseorang, maka seseorang menganggap hal tersebut positif.

Permintaan dan Perintah
Permintaan (request) dan perintah (Command) masing-masing didasarkan pada sentimen dan kekuasaan.permintaan dasarnya adalah sentimen positif. Sebaliknya perintah didasarkan pada kekuasaan seseorang terhadap orang lain

Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan disini adalah apabila orang lain melakukan apa yang diminta atau diperintahkan seseorang.Sebaliknya, apabila orang lain tidak melakukan apa yang diminta seseorang maka akan merugikan seseorang tersebut.

Reaksi terhadap Pengalaman Orang Lain
Persepsi terhadap pengalaman orang lain menimbulkan reaksi oleh psikologi common sense disebut emosi. Emosi ada 2 yaitu concordant dan discordant. Emosi yang concordant dikatakan oleh Heider sebagai ungkapan perasaan simpati yang sejati (terkait dengan perasaan-perasaan orang lain).Emosi discordant kebalikan dari emosi concordant yaitu berupa isi hati dan kegembiraan yang jahil

Komentar Tentang Heider
Heider telah mengemukakan teori yang cukup berbobot khususnya yang menyangkut teori atributif (teori sifat) dan teori keseimbangan (balanced Theory).Sekalipun Heider berusaha menerangkan hubungan Interpersonal dengan teorinya tersebut, tetapi sebagian besar dari teorinya itu hanya menerangkan tentang persepsi.

Teori Lapangan tentang Kekuasaan dari Cartwright (1959)
Menurutnya definisi kekuasaan berbunyi dalam rangka mengubah X menjadi Y.pada waktu tertentu sama dengan kekuatan maksimum dari daya-daya yang dapat dihasilkan oleh A ke jurusan tersebut (X ke Y) pada waktu tersebut.
Kekuatan maksimum dari daya yang dapat dihasilkan A merupakan selisih antara seluruh daya yang ada pada A dikurangi dengan daya tolak yang datang dari B kearah yang berlawanan (dari Y menuju X). Istilah daya diambil dari perbendaharaan istilah Kurt Lewin, tetapi Cartwright memberi arti tersendiri pada istilah itu yang didasarkannya pada 7 istilah “primitive” yaitu:

Pelaku (agent)
Tindakan Pelaku (Act of Agent)
Lokus (locus)
Hubungan langsung (Direct Joining)
Dasar Motif (Motive Base)
Besaran (magnitude)
Waktu (Time)

Berdasarkan ke-7 istilah primitif tersebut Cartwright merumuskan daya terdiri dari tindakan pelaku, dasar motif, sepasang lokus yang berhubungan langsung besaran, dan waktu. Daya inilah yang membentuk kekuasaan.
Jelaslah bahwa kekuasaan A atas B terjadi, jika A dapat, menggerakkan daya dari lokus X ke lokus Y dalam lapang kehidupan B.
Kelebihan Cartwright:
Kurang jelas dalam mendefinisikan istilah-istilah primitif
Kurang jelas mendefinisikan arti “kekuasaan”
Kekurangan Cartwright:
Teorinya berhasil merangsang berkembangnya teori French (1956) yang mempelajari kekuasaan dalam system social


Teori Kekuasaan Sosial oleh French
Teori yang dikembangkan French terutama membahas proses pengaruh dalam kelompok.
Proses pengaruh mempengaruhi menurut French melibatkan 3 pola relasi dalam kelompok yaitu:
1. Hubungan kekuasaan antar anggota kelompok
2. Pola komunikasi dalam kelompok
3. Hubungan antar pendapat dalam kelompok
             Dengan demikian, walaupun namanya teori kekuasaan sosial namun teori French tidak secara eksplisit membicarakan kekuasaan sosial.
Model yang dikembangkan oleh French untuk menerangkan perubahan pendapat didasarkan pada teori Lewin tentang keseimbangan semu (quasi – stationery equilibrium). Digambarkan suatu garis pendapat yang dua dimensional daripada garis itulah terjadi pergeseran-pergeseran daya (force).Daya dapat dipaksakan dari A ke B disebut pengaruh sosial (social influence).Jumlah kekuatan dari daya-daya disebut kekuasaan (power). Jadi kekuasaan A atas B sebanding dengan kekuatan daya-daya yang ada yang dapat dipaksakan A kepada B dalam lapang kehidupan B. Selanjutnya French mendefinisikan kekuasaan dalam arti yang kurang lebih sama dengan definisi Cartwright.Rumusnya:
Kekuasaan (A atas B) = Daya A – Daya Perlawanan B


Teori Tentang Kerjasama dan Persaingan oleh Deutch (1949)
             Pusat perhatian teori ini adalah pengaruh dan kerjasama dan persaingan dalam kelompok kecil. Perbedaan kerjasama dan persaingan menurut Deutch terletak pada sifat wilayah-wilayah tujuan pada kedua situasi tersebut. Dalam situasi kerjasama, wilayah yang menjadi tujuan dari seorang anggota kelompok atau sub kelompok hanya dapat dimasuki oleh individu atau oleh sub-sub kelompok yang bersangkutan jika individu-individu lain atau sub kelompok lain juga bisa memasuki wilayah tujuan itu. Wilayah-wilayah tujuan dari anggota-anggota kelompok itu dikatakan sebagai saling menunjang. Dalam situasi persaingan, jika seseorang individu atau suatu sub kelompok sudah memasuki wilayah tujuan, maka individu-individu atau sub-sub kelompok yang lain tidak akan bisa mencapai wilayah tujuan mereka masing-masing.Hubungan antara wilayah-wilayah tujuan anggota-anggota kelompok dinamakan saling menghambat.
               Meskipun teori Deutsch memberikan konsep yang tajam dan jelas tentang situasi kerjasama dan persaingan sehingga dapat dijadikan dasar untuk penelitian, namun hipotesis yang diajukan hanya didasarkan pada suatu penelitian terhadap sebuah kelompok kecil yang sangat khusus sifatnya, yaitu kelompok yang terdiri dari 5 orang mahasiswa yang diminta untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Lapangan
*Kelebihan
Penelitian psikologi sosial dapat dilakukan dengan metode eksperimental dan dapat dilakukan dalam laboratorium.
*Kelemahan
Kurt Lewin tidak menyajikan teorinya secara sistematis.
Banyak konsep dan konstruk tidak didefinisikan secara jelas sehingga memberi arti yang kabur.
Teori ini terlalu bersibuk diri dengan aspek-aspek yang mendalam dari kepribadian sehingga agak mengabaikan tingkah laku motoris yang “overt” (nampak dari luar)
Penggunaan konsep-konsep topologi telah menyimpang dari arti sebenarnya (penyalahgunaan topologi).


Sejarah
Kurt Lewin lahir di Prusia tahun 1890. Belajar di Universitas Freiberg, Munich, Berlin dan mendapat gelar doctor di Universitas Berlin pada tahun 1914. Tahun 1926, Lewin diangkat menjadi Guru Besar dalam ilmu Filsafat dan Psikologi. Diusianya yang singkat, dia telah memulai suatu aliran baru dalam psikologi yang disebut Topological Psycology atau Field-Psychology. Aliran ini menegaskan bahwa, guna menyelediki tingkah laku manusia dengan sebaik-baiknya, haruslah diingat bahwa manusia itu hidup dalam suatu lapangan kekuatan-kekuatan fisis maupun psikisyang senantiasa berubah-ubah menurut situasi kehidupannya.
Kurt Lewin mengadakan penyelidikan-penyelidikan mengenai peranan “suasana kelompok” terhadap prestasi kerja dan efisiensi pekerjaan kelompok itu. Eksperiman yang terkenal dari Lewin yaitu lippit dan white (1939-1940) yang bertujuan untuk meneliti pengaruh atau peranan dari 3 macam pimpinan terhadap suasana dan cara kerja kelompok. Hasil eksperimennya diketahui bahwa cara dalm kepemimpinan ada 3, daiantaranya :
 Otoriter adalah pemimpin menentukan segala-galanya yang akan dibuat kelompok.
 Demokratis dimana kegiatan, tujuan umum, dan cara-cara kerja kelompok dimusyawarahkan bersama.
Laissez-Faire adalah pemimpin yang acuh tak acuh dan menyerahkan penentuan segala cara dan tujuan kegiatan serta cara-cara pelaksanaannya adalah kepada anggota kelompok itu sendiri.
Hasil-hasil eksperimen yang dilakukan menyatakan bahwa cara-cara kepemimpinan yang berlainan itu mempunyai pengaru-pengaruh yang berlainan pula terhadap suasana kerja kelompok, cara-cara bertingkah laku dan cara kerja kelompok dalam melaksanakan tugasnya masing-masing.
Dinamika Kepribadian
1. Enerji
Menurut Lewin manusia adalah system energi yang kompleks. Energi muncul dari perbedaan tegangan antar sel atau antar region. Tetapi ketidakseimbangan dalam tegangan juga bias terjadi antar region di system lingkungan psikologis.
2. Tegangan
Tegangan ada dua yaitu tegangan yang cenderung menjadi seimbang dan cenderung untuk menekan bondaris system yang mewadahinya.
3. Kebutuhan
Menurut Lewin kebutuhan itu mencakup pengertian motif, keinginan dan dorongan. Menurut Lewin kebutuhan ada yang bersifat spesifik yang jumlahnya tak terhingga, sebanyak keinginan spesifik manusia.
Tindakan (Action)
Disini dibutuhkan dua konsep dalam tindakan yang bertujuan didaerah lingkungan psikologis.
Valensi
Adalah nilai region dari lingkungan psikologis bagi pribadi. Region dengan valensi positif dapat mengurangi tegangan pribadi, akantetapi region dengan valensi negative dapat meningkatkan tegangan pribadi (rasa takut).
Vektor
Tingkah laku atau gerak seseorang akan terjadi kalau ada kekuatan yang cukup yang mendorongnya. Meminjam dari matematika dan fisika, Lewin menyebut kekuatan itu dengan nama Vektor. Vektor digambar dalam ujud panah, merupakan kekuatan psikologis yang mengenai seseorang, cenderung membuatnya bergerak ke arah tertentu. Arah dan kekuatan vektor adalah fungsi dari valensi positif dan negatif dari satu atau lebih region dalam lingkungan psikologis. Jadi kalau satu region mempunyai valensi positif (misalnya berisi makanan yang diinginkan), vektor yang mengarahkan ke region itu mengenai lingkaran pribadi. Kalau region yang kedua valensinya negatif (berisi anjing yang menakutkan), vektor lain yang mengenai lingkaran pribadi mendorong menjauhi region anjing. Jika beberapa vektor positif mengenai dia, misalnya, jika orang payah – dan lapar – dan makanan harus disiapkan, atau orang harus hadir dalam pertemuan penting – dan tidak punya waktu untuk makan siang, hasil gerakannya merupakan jumlah dari semua vektor. Situasi itu Bering melibatkan konflik, topik yang penelitiannya dimulai oleh Lewin dan menjadi topik yang sangat Iuas dari Miller dan Dollard.
Lokomosi
Lingkaran pribadi dapat pindah dari satu tempat ketempat lain di dalam daerah lingkungan psikologis. Pribadi pindah ke region yang menyediakan pemuasan kebutuhan pribadi-dalam, atau menjauhi region yang menimbulkan tegangan pribadi-dalam. Perpindahan lingkaran pribadi itu disebut lokomosi (locomotion). Lokomosi bisa berupa gerak fisik, atau perubahan fokus perhatian. Dalam kenyataan sebagian besar lokomosi yang sangat menarik perhatian psikolog berhubungan dengan perubahan fokus persepsi dan proses atensi.
Event
Lewin menggambarkan dinamika jiwa dalam bentuk gerakan atau aksi di daerah ruang hidup, dalam bentuk peristiwa atau event. Telah dijelaskan di depan, bahwa peristiwa (event) adalah hasil interaksi antara dua atau Iebih fakta balk di daerah pribadi maupun di daerah lingkungan. Komunikasi (hubungan antar sel atau region) dan lokomosi (gerak pribadi) adalah peristiwa, karena keduanya melibatkan dua fakta atau lebih. Ada tiga prinsip yang menjadi prasyarat terjadinya suatu peristiwa; keterhubungan (related¬ness), kenyataan (concretness), kekinian (contemporary), sebagai berikut:
1. Keterhubungan: Dua atau lebih fakta berinteraksi, kalau antar fakta itu terdapat hubungan-hubungan tertentu, mulai dari hubungan sebab akibat yang jelas, sampai hubungan persamaan atau perbedaan yang secara rasional tidak penting.
2. Kenyataan: Fakta harus nyata-nyata ada dalam ruang hidup. Fakta potensial atau peluang yang tidak sedang eksis tidak dapat mempengaruhi event masa kini. Fakta di luar lingkungan psikologis tidak berpengaruh, kecuali mereka masuk ke ruang hidup.
3. Kekinian: Fakta harus kontemporer. Hanya fakta masa kini yang menghasilkan tingkahlaku masa kini. Fakta yang sudah tidak eksis tidak dapat menciptakan event masa kini. Fakta peristiwa nyata di masa lalu atau peristiwa potensial masa mendatang tidak dapat menentukan tingkahlaku saat ini, tetapi sikap, perasaan, dan fikiran mengenai masa Ialu dan masa mendatang adalah bagian dari ruang hidup sekarang dar mungkin dapat mempengaruhi tingkahlaku. Jadi, ruang hidup sekarang harus mewakili isi psikologi masa lalu, sekarang, dan masa mendatang.
Event digambarkan dalam suau topografi yang melibatkan unsur-unsur ruang hidup, valensi, vektor, region, dan permeabilitas bondaris. Pada ilustrasi berikut (Gambar 14a, 14b, dan 14c) dicontohkan event seorang anak yang menginginkan permen yang dijual di sebuah toko. Hanya tergambar 3 vektor yang terlibat dalam event itu. Pada kasus yang sebenarnya, variabel yanc terlibat dalam suatu peristiwa bisa sangat banyak sehingga topografi menjad” ilustrasi yang sangat kompleks.
Gambar 14 a
Anak Menginginkan Permen yang Dijual di Toko
Gambar 14 b
Ayah Memberi Uang untuk Membeli Permen
Gambar 14c
Ayah Menolak Memberi Uang, Anak Meminjam Uang Temannya.
Konflik
Konflik terjadi di daerah lingkungan psikologis. Lewin mendefinisikar konflik sebagai situasi di mana seseorang menerima kekuatan-kekuatan yang sama besar tetapi arahnya berlawanan. Vektor-vektor yang mengenai pribadi, mendorong pribadi ke arah tetentu dengan kekuatan tertentu. Kombinasi dari arah dan kekuatan itu disebut jumlah kekuatan (resultant force), yang menjadi kecenderungan lokomosi pribadi (lokomosi psikologikal atau fisikal). Ada beberapa jenis kekuatan, yang bertindak seperti vektor, yakni:
1. Kekuatan pendorong (driving force): menggerakkan, memicu terjadinya lokomosi ke arah yang ditunjuk oleh kekuatan itu.
2. Kekuatan penghambat (restraining force): halangan fisik atau sosia menahan terjadinya lokomosi, mempengaruhi dampak dari kekuatan pendorong
3. Kekuatan kebutuhan pribadi (forces corresponding to a persons needs): menggambarkan keinginan pribadi untuk mengerjakan sesuatu.
4. Kekuatan pengaruh (induced force): menggambarkan keinginan dari orang lain (misalnya orang tua atau teman) yang masuk menjadi region lingkungan psikologis.
5. Kekuatan non manusia (impersonal force): bukan keinginan pribadi tetap¬juga bu kan keinginan orang lain. Ini adalah kekuatan atau tuntutan da¬fakta atau objek.

Konflik tipe 1:
Konflik yang sederhana terjadi kalau hanya ada dua kekuatan berlawana¬yang mengenai individu. Konflik semacam ini disebut konflik tipe 1 (Gambar-15a). Ada tiga macam konflik tipe 1:
1. Konflik mendekat-mendekat, dua kekuatan mendorong ke arah yang berlawanan, misalnya orang dihadapkan pada dua pilihan yang sama¬sama disenanginya.
2. Konflik menjauh-menjauh, dua kekuatan menghambat ke arah yang yang berlawanan, misalnya orang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama tidak disenanginya.
3. Konflik mendekat-menjauh, dua kekuatan mendorong dan menghambat muncul dari satu tujuan, misalnya orang dihadapkan pada pilihan sekaligus mengandung unsur yang disenangi dan tidak disenanginya.

Konflik tipe 2:
Konflik yang kompleks bisa melibatkan lebih dari dua kekuatan. Konflik yang sangat kompleks dapat membuat orang menjadi diam, terpaku atau terperangkap oleh berbagai kekuatan dan kepentingan sehingga dia tidak dapat menentukan pilihan, adalah konflik tipe 2 (Gambar 15b).
Gambar 15 a
Konflik Tipe 1
Gambar 15 b
Konflik Tipe 2
Konflik tipe 3
Orang berusaha mengatasi kekuatan-kekuatan penghambat,sehingga konflik menjadi terbuka,ditandai sikap kemarahan,agresi,pemberontakan atau sebaliknya penyerahan diri yang neorotik. Pertentangan antar kebutuhan pribadi-dalam,konflik antar pengaruh,dan pertentangan antar kebutuhan dengan pengaruh,menimbulkan pelampiasan usaha untuk mengalahkan kekuatan penghambat.

Tingkat Realita
Konsep realita menurut Lewin adalah realita berisi lokomosi aktual,dan tak-tak realita berisi lokomosi imajinasi. Realita dan tak realita adalah suatu kontinum dari ekstrim realita sampai ekstrim tak realita. Lokomosi mempunyai tingkat realita dan tak realita berbeda-beda.

Menstuktur Lingkungan
Lingkungan psikologi adalah konsep yang sangat mudah berubah. Dinamika dari lingkungan dapat berubah dengan 3 cara yakni:
Perubahan valensi : Region bisa berubah secara kuantitatif-valensinya semakin positif atau semakin negatif,atau berubah secara kualitatif dari positif menjadi negatif atau sebaliknya region baru bisa muncul dan region lama bisa hilang.
 Perubahan vektor : Vektor mungkin dapat berubah dalam kekuatan dan arahnya.
Perubahan Bondaris : Bondaris mungkin menjadi semakin permeabel atau semakin tidak permeabel,mungkin muncul sebagai bondaris atau tidak muncul sebagai bondaris.
Mempertahankan Keseimbangan
Dalam sistem reduksi tegangan,tujuan dari proses psikologis adalah mempertahankan pribadi dalam keadaan seimbang. Yang paling umum dan paling efektif untuk mengembalikan keseimbangan adalah melalui lokomosi dalam lingkungan psikologis,memindah pribadi ke region tempat objek yang bervalensi positif(yang memberi kepuasan). Tapi kalau region yang diinginkan mempunyai bondaris yang tak permeabel tegangan terkadang dapat dikurangi(dan keseimbangan dapat diperoleh)dengan melakukan lokomosi pengganti,pindah ke region yang dapat memberi kepuasan lain(yang bondarisnya permeabel) ternyata dapat menghilangkan tegangan dari system kebutuhan semula.
Kecenderungan mencapai keseimbangan itu tidak berarti membuat diri seimbang sempurna,tetapi menyeimbangkan semua tegangan dalam daerah pribadi-dalam. Lewin menjelaskan bahwa dalam sistem yang kompleks menjadi seimbang bukan berarti hilangnya tegangan,tetapi mempeoleh keseimbangan dari tegangan internal. Tujuan utama dari perkembangan psikologis adalah menciptakan semacam struktur internal yang menjamin keseimbangan psikologis bukan membuat bebas tegangan.

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Teori lewin murni psikologis, sehingga ketika membahas perkembangan beliau tidak melibatkan diri dengan isu yang menjadi intrik pakar lain, yaitu isu keturunan dan lingkungan. Lewin tidak menolak peran keturunan dan kemasakan dalam perkembangan individu. Perkembangan bagi lewin adalah sesuatu yang kongkrit dan kontinyu, usia dan tahapan perkembangan dianggap tidak membantu memahami perkembangan psikologis.

PERUBAHAN TINGKAH LAKU
Menurut lewin, sejumlah perubahan tingkah laku yang penting terjadi sepanjang perkembangan. Tingkahlaku menjadi semakin terorganisir,hirarkis, realistis, dan efektif.

DIFERENSIASI DAN INTEGRASI
Diferensiasi adalah peningkatan jumlah bagian-bagian dari keseluruhan. Bertambahnya diferensiasi akan menciptakan bondaris-bondaris yang baru. Kekuatan bondaris semakin meningkat bersamaan pertambahan usia.
Konsep saling ketergantungan yang terorganisir ( organizational interdependence ) menjelaskan bagaimana daerah pribadi-dalam dan daerah lingkungan psikologis yang semakin terdeferensiasi dan semakin otonom, dapat bekerja sama menghasilkan tingkahlaku yang integrative. Subtujuan membentuk tujuan semu sementara, yang terkoordinasi untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, dan memperoleh kepuasan dari pencapaian tinggi itu.

REGRESI
Lewin menemukan dua macam gerak mundur perkembangan;
 Regresi yaitu kembali ke bentuk tingkahlaku yang lebih primitive
 Retrogresi yaitu kembali kebentuk tingkahlaku lebih awal dalam sejarah kehidupan manusia
Menurut Lewin, frustasi menjadi salah satu factor terpenting penyebab regresi.

APLIKASI
ZEIGARNIK EFFECT
Banyak penelitian dari Lewin dan murid-muridnya, yang semula di maksudkan untuk meneliti hipotisis dari teori itu, akhirnya di pakai untuk mengembangkan asumsi-asumsi dari teori medan. Salah satu fenomena penelitian itu, adalah penelitian yang di lakukan oleh zeigarnik.
Temuan zeigernik oleh Lewin kemudian di kembangkan menjadi asumsi-asumsi berikut;
Asumsi 1 : Maksud-tujuan (intention ) untuk mencapai tujuan tertentu berhubungan dengan tegangan dalam suatu system pribadi.
Asumsi 2 : Ketika tujuan tercapai, tegangan ( yang meningkat lebih besar dari nol ) dari system yang terkait dengan tujuan itu menjadi reaksi (menjadi nol ).
Asumsi 3 : Tegangan untuk mencapai tujuan ( yang belum tercapai ) akan memperkuat tenaga untuk beraksi menuju tujuan itu.
Asumsu 3A : Kekuatan orang untuk mengingat tujuan ( yang belum tercapai ) tergantung kepada tegangan dari system tujuan itu.

PSIKOLOGI SOSIAL
Teori yang semula di maksudkan sebagai teori kepribadian, ternyata justru berkembang di ranah psikologi social. Sejak kematian Lewin, tidak ada kemajuan yang berarti dalam hal teori kepribadian. Pendukung setianya banyak mengembangkan rintisanya dalam penelitiannya dalam proses-proses kelompok, penelitian tentang dinamika kelompok,encounter grup, dan ketegangan antara ras.

EVALUASI
Sebagai teori kepribadian, teori Lewin memang tidak utuh karena tidak membahas tentang psikopatologi dan psikoterapi. Namun pemakaian konsep matematika dalam teorinya membuat berbagai fenomena psikis dapat di ringkas ke dalam peristilahan yang tepat.
Kritik terhadap teori Lewin:
1. Penggambaran tipologis dan vaktorial tidak mengungkapkan sesuatu yang baru tentang tingkahlaku.
2. Lewin tidak mengelaborasi pengaruh lingkungan luar atau lingkungan objektif.
3. Lewin kurang memperhatikan sejarah individu pada masa lalu sebagai penentu tingkahlaku.
4. Lewin menyalahgunakan konsep ilmu alam dan konsep matematika.



***NB: Maaf Untuk Gambar Mohon Mencari Sendiri