Facebook

Senin, 20 September 2010

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

A. Pendahuluan

Psikologi pendidikan adalah studi yang sistematis terhadap proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington, 1982:10). Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Karena itu, tidak mengherankan apabila beberapa ahli psikologi pendidikan menyebutkan bahwa lapangan utama studi psikologi pendidikan adalah soal belajar. Dengan kata lain, psikologi pendidikan memusatkan perhatian pada persoalan-persoalan yang berkenaan dengan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan belajar.

Karena konsentrasinya pada persoalan belajar, yakni persoalan-persoalan yang senantiasa melekat pada subjek didik, maka konsumen utama psikologi pendidikan ini pada umumnya adalah pada pendidik. Mereka memang dituntut untuk menguasai bidang ilmu ini agar mereka, dalam menjalankan fungsinya, dapat menciptakan kondisi-kondisi yang memiliki daya dorong yang besar terhadap berlangsungnya tindakan-tindakan belajar secara efektif.


B. Mendorong Tindakan Belajar

Pada umumnya orang beranggapan bahwa pendidik adalah sosok yang memiliki sejumlah besar pengetahuan tertentu, dan berkewajiban menyebarluaskannya kepada orang lain. Demikian juga, subjek didik sering dipersepsikan sebagai sosok yang bertugas mengkonsumsi informasi-informasi dan pengetahuan yang disampaikan pendidik. Semakin banyak informasi pengetahuan yang mereka serap atau simpan semakin baik nilai yang mereka peroleh, dan akan semakin besar pula pengakuan yag mereka dapatkan sebagai individu terdidik.

Anggapan-anggapan seperti ini, meskipun sudah berusia cukup tua, tidak dapat dipertahankan lagi. Fungsi pendidik menjejalkan informasi pengetahuan sebanyak-banyakya kepada subjek didik dan fungsi subjek didik menyerap dan mengingat-ingat keseluruhan informasi itu, semakin tidak relevan lagi mengingat bahwa pengetahuan itu sendiri adalah sesuatu yang dinamis dan tidak terbatas. Dengan kata lain, pengetahuan-pengetahuan (yang dalam perasaan dan pikiran manusia dapat dihimpun) hanya bersifat sementara dan berubah-ubah, tidak mutlak (Goble, 1987 : 46). Gugus pengetahuan yang dikuasai dan disebarluaskan saat ini, secara relatif, mungkin hanya berfungsi untuk saat ini, dan tidak untuk masa lima hingga sepuluh tahun ke depan. Karena itu, tidak banyak artinya menjejalkan informasi pengetahuan kepada subjek didik, apalagi bila hal itu terlepas dari konteks pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Namun demikian bukan berarti fungsi traidisional pendidik untuk menyebarkan informasi pengetahuan harus dipupuskan sama sekali. Fungsi ini, dalam batas-batas tertentu, perlu dipertahankan, tetapi harus dikombinasikan dengan fungsi-fungsi sosial yang lebih luas, yakni membantu subjek didik untuk memadukan informasi-informasi yang terpecah-pecah dan tersebar ke dalam satu falsafah yang utuh. Dengan kata lain dapat diungkapkan bahwa menjadi seorang pendidik dewasa ini berarti juga menjadi “penengah” di dalam perjumpaan antara subjek didik dengan himpunan informasi faktual yang setiap hari mengepung kehidupan mereka.

Sebagai penengah, pendidik harus mengetahui dimana letak sumber-sumber informasi pengetahuan tertentu dan mengatur mekanisme perolehannya apabila sewaktu-waktu diperlukan oleh subjek didik.Dengan perolehan informasi pengetahuan tersebut, pendidik membantu subjek didik untuk mengembangkan kemampuannya mereaksi dunia sekitarnya. Pada momentum inilah tindakan belajar dalam pengertian yang sesungguhya terjadi, yakni ketika subjek didik belajar mengkaji kemampuannya secara realistis dan menerapkannya untuk mencapai kebutuhan-kebutuhannya.

Dari deskripsi di atas terlihat bahwa indikator dari satu tindakan belajar yang berhasil adalah : bila subjek didik telah mengembangkan kemampuannya sendiri. Lebih jauh lagi, bila subjek didik berhasil menemukan dirinya sendiri ; menjadi dirinya sendiri. Faure (1972) menyebutnya sebagai “learning to be”.

Adalah tugas pendidik untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi berlangsungnya tindakan belajar secara efektif. Kondisi yang kondusif itu tentu lebih dari sekedar memberikan penjelasan tentang hal-hal yang termuat di dalam buku teks, melainkan mendorong, memberikan inspirasi, memberikan motif-motif dan membantu subjek didik dalam upaya mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan (Whiteherington, 1982:77). Inilah fungsi motivator, inspirator dan fasilitator dari seorang pendidik.


C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Agar fungsi pendidik sebagai motivator, inspirator dan fasilitator dapat dilakonkan dengan baik, maka pendidik perlu memahami faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar subjek didik. Faktor-faktor itu lazim dikelompokkan atas dua bahagian, masing-masing faktor fisiologis dan faktor psikologis (Depdikbud, 1985 :11).

1. Faktor Fisiologis

Faktor-faktor fisiologis ini mencakup faktor material pembelajaran, faktor lingkungan, faktor instrumental dan faktor kondisi individual subjek didik.Material pembelajaran turut menentukan bagaimana proses dan hasil belajar yang akan dicapai subjek didik. Karena itu, penting bagi pendidik untuk mempertimbangkan kesesuaian material pembelajaran dengan tingkat kemampuan subjek didik ; juga melakukan gradasi material pembelajaran dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat lebih kompeks.

Faktor lingkungan, yang meliputi lingkungan alam dan lingkungan sosial, juga perlu mendapat perhatian. Belajar dalam kondisi alam yang segar selalu lebih efektif dari pada sebaliknya. Demikian pula, belajar padapagi hari selalu memberikan hasil yang lebih baik dari pada sore hari. Sementara itu, lingkungan sosial yang hiruk pikuk, terlalu ramai, juga kurang kondisif bagi proses dan pencapaian hasil belajar yang optimal.

Yang tak kalah pentingnya untuk dipahami adalah faktor-faktor instrumental, baik yang tergolong perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Perangkat keras seperti perlangkapan belajar, alat praktikum, buku teks dan sebagainya sangat berperan sebagai sarana pencapaian tujuan belajar. Karenanya, pendidik harus memahami dan mampu mendayagunakan faktor-faktor instrumental ini seoptimal mungkin demi efektifitas pencapaian tujuan-tujuan belajar.

Faktor fisiologis lainnya yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi individual subjek didik sendiri. Termasuk ke dalam faktor ini adalah kesegaran jasmani dan kesehatan indra. Subjek didik yang berada dalam kondisi jasmani yang kurang segar tidak akan memiliki kesiapan yang memadai untuk memulai tindakan belajar.

2. Faktor Psikologis

Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar

jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat dibahas secara

terpisah.

Perilaku individu, termasuk perilaku belajar, merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan, pikiran dan motif.

2.1. Perhatian

Tentulah dapat diterima bahwa subjek didik yang memberikan perhatian intensif dalam belajar akan memetik hasil yang lebih baik. Perhatian intensif ditandai oleh besarnya kesadaran yang menyertai aktivitas belajar. Perhatian intensif subjek didik ini dapat dieksloatasi sedemikian rupa melalui strategi pembelajaran tertentu, seperti menyediakan material pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan subjek didik, menyajikan material pembelajaran dengan teknik-teknik yang bervariasi dan kreatif, seperti bermain peran (role playing), debat dan sebagainya.

Strategi pemebelajaran seperti ini juga dapat memancing perhatian yang spontan dari subjek didik. Perhatian yang spontan dimaksudkan adalah perhatian yang tidak disengaja, alamiah, yang muncul dari dorongan-dorongan instingtif untuk mengetahui sesuatu, seperti kecendrungan untuk mengetahui apa yang terjadi di sebalik keributan di samping rumah, dan lain-lain. Beberapa hasil penelitian psikologi menunjukkan bahwa perhatian spontan cendrung menghasilkan ingatan yang lebih lama dan intensif dari pada perhatian yang disengaja.

2.2. Pengamatan

Pengamatan adalah cara pengenalan dunia oleh subjek didik melalui penglihatan, pendengaran, perabaan, pembauan dan pengecapan. Pengamatan merupakan gerbang bai masuknya pengaruh dari luar ke dalam individu subjek didik, dan karena itu pengamatan penting artinya bagi pembelajaran.

Untuk kepentingan pengaturan proses pembelajaran, para pendidik perlu memahami keseluruhan modalitas pengamatan tersebut, dan menetapkan secara analitis manakah di antara unsur-unsur modalitas pengamatan itu yang paling dominan peranannya dalam proses belajar. Kalangan psikologi tampaknya menyepakati bahwa unsur lainnya dalam proses belajar. Dengan kata lain, perolehan informasi pengetahuan oleh subjek didik lebih banyak dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran.

Jika demikian, para pendidik perlu mempertimbangkan penampilan alat-alat peraga di dalam penyajian material pembelajaran yang dapat merangsang optimalisasi daya penglihatan dan pendengaran subjek didik. Alat peraga yang dapat digunakan, umpamanya ; bagan, chart, rekaman, slide dan sebagainya.

2.3. Ingatan

Secara teoritis, ada 3 aspek yang berkaitan dengan berfungsinya ingatan, yakni (1) menerima kesan, (2) menyimpan kesan, dan (3) memproduksi kesan. Mungkin karena fungsi-fungsi inilah, istilah “ingatan” selalu didefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan.

Kecakapan merima kesan sangat sentral peranannya dalam belajar. Melalui kecakapan inilah, subjek didik mampu mengingat hal-hal yang dipelajarinya.

Dalam konteks pembelajaran, kecakapan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya teknik pembelajaran yang digunakan pendidik. Teknik pembelajaran yang disertai dengan penampilan bagan, ikhtisar dan sebagainya kesannya akan lebih dalam pada subjek didik. Di samping itu, pengembangan teknik pembelajaran yang mendayagunakan “titian ingatan” juga lebih mengesankan bagi subjek didik, terutama untuk material pembelajaran berupa rumus-rumus atau urutan-urutan lambang tertentu. Contoh kasus yang menarik adalah mengingat nama-nama kunci nada g (gudeg), d (dan), a (ayam), b (bebek) dan sebagainya.

Hal lain dari ingatan adalah kemampuan menyimpan kesan atau mengingat. Kemampuan ini tidak sama kualitasnya pada setiap subjek didik. Namun demikian, ada hal yang umum terjadi pada siapapun juga : bahwa segera setelah seseorang selesai melakukan tindakan belajar, proses melupakan akan terjadi. Hal-hal yang dilupakan pada awalnya berakumulasi dengan cepat, lalu kemudian berlangsung semakin lamban, dan akhirnya sebagian hal akan tersisa dan tersimpan dalam ingatan untuk waktu yang relatif lama.

Untuk mencapai proporsi yang memadai untuk diingat, menurut kalangan psikolog pendidikan, subjek didik harus mengulang-ulang hal yang dipelajari dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Implikasi pandangan ini dalam proses pembelajaran sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi subjek didik untuk mengulang atau mengingat kembali material pembelajaran yang telah dipelajarinya. Hal ini, misalnya, dapat dilakukan melalui pemberian tes setelah satu submaterial pembelajaran selesai.

Kemampuan resroduksi, yakni pengaktifan atau prosesproduksi ulang hal-hal yang telah dipelajari, tidak kalah menariknya untuk diperhatikan. Bagaimanapun, hal-hal yang telah dipelajari, suatu saat, harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan tertentu subjek didik, misalnya kebutuhan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam ujian ; atau untuk merespons tantangan-tangan dunia sekitar.

Pendidik dapat mempertajam kemampuan subjek didik dalam hal ini melalui pemberian tugas-tugas mengikhtisarkan material pembelajaran yang telah diberikan.

2.4. Berfikir

Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep (Bochenski, dalam Suriasumantri (ed), 1983:52) di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam didi seseorang yang berupa pengertian-perngertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologis dengan tahapan-tahapan berikut : (1) pembentukan pengertian, (2) penjalinan pengertian-pengertian, dan (3) penarikan kesimpulan.

Kemampuan berfikir pada manusia alamiah sifatnya. Manusia yang lahir dalam keadaan normal akan dengan sendirinya memiliki kemampuan ini dengan tingkat yang reletif berbeda. Jika demikian, yang perlu diupayakan dalam proses pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan ini, dan bukannya melemahkannya. Para pendidik yang memiliki kecendrungan untuk memberikan penjelasan yang “selengkapnya” tentang satu material pembelajaran akan cendrung melemahkan kemampuan subjek didik untuk berfikir. Sebaliknya, para pendidik yang lebih memusatkan pembelajarannya pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong subjek didiknya mengembangkan kemampuan berfikir mereka. Pembelajaran seperti ni akan menghadirkan tentangan psikologi bagi subjek didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.

2.5. Motif

Motif adalah keadaan dalam diri subjek didik yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu. Motif boleh jadi timbul dari rangsangan luar, seperti pemberian hadiah bila seseorang dapat menyelesaikan satu tugas dengan baik. Motif semacam ini sering disebut motif ekstrensik. Tetapi tidak jarang pula motif tumbuh di dalam diri subjek didik sendiri yang disebut motif intrinsik. Misalnya, seorang subjek didik gemar membaca karena dia memang ingin mengetahui lebih dalam tentang sesuatu.

Dalam konteks belajar, motif intrinsik tentu selalu lebih baik, dan biasanya berjangka panjang. Tetapi dalam keadaan motif intrinsik tidak cukup potensial pada subjek didik, pendidik perlu menyiasati hadirnya motif-motif ekstrinsik. Motif ini, umpamanya, bisa dihadirkan melalui penciptaan suasana kompetitif di antara individu maupun kelompok subjek didik. Suasana ini akan mendorong subjek didik untuk berjuang atau berlomba melebihi yang lain.Namun demikian, pendidik harus memonitor suasana ini secara ketat agar tidak mengarah kepada hal-hal yang negatif.

Motif ekstrinsik bisa juga dihadirkan melalui siasat “self competition”, yakni menghadirkan grafik prestasi individual subjek didik.Melalui grafik ini, setiap subjek didik dapat melihat kemajuan-kemajuannya sendiri. Dan sekaligus membandingkannya dengan kemajuan yang dicapai teman-temannya.Dengan melihat grafik ini, subjek didik akan terdorong untuk meningkatkan prestasinya supaya tidak berada di bawah prestasi orang lain.

Rabu, 15 September 2010

KEBUDAYAAN NASIONAL INDONESIA

KEBUDAYAAN NASIONAL INDONESIA
DARI SISI GAGASAN DAN MATERIAL
Oleh Pertampilan S. Brahmana
I. Pendahuluan
Kebudayaan Nasional Indonesia didefinisikan adalah kebudayaan hasil produk setelah adanya Sumpah Pemuda (1928) atau sesudah Indonesia Merdeka (1945). Sebagai pendampingnya adalah kebudayaan yang ada di Indonesia. Kebudayaan yang ada di Indonesia ini juga dapat dibagi dua yaitu kebudayaan etnik, seperti etnik Batak (Toba, Karo, Mandailing, Pakpak, Simalungun), Melayu, Bali, Aceh, Minang, Sunda, Betawi, Jawa, Sulawesi, sampai ke Papua (Irianjaya) dan lainnya serta kebudayaan asing, seperti Arab, Belanda, Inggris dan lainnya.
Pada Pasal 32, UUD 45, sebelum diamandemen dijelaskan Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Pengertian kebudayaan nasional Indonesia ini, dijelaskan dalam penjelasan tentang Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yaitu kebudayaan bangsa. Kebudayaan bangsa dijelaskan adalah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi-daya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.
Berdasarkan penjelasan yang diberikan pasal 32 di atas, terdapat perbedaan istilah antara pasal 32 dengan penjelasannya. Pada pasal 32 disebut istilah kebudayaan nasional Indonesia, sedangkan pada penjelasan disebut kebudayaan bangsa. Kebudayaan bangsa ini dijelaskan adalah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi-daya rakyat Indonesia seluruhnya.
Adanya perbedaan istilah ini, dimaknai bahwa pengertian Kebudayaan Nasional Indonesia, pada saat UUD 45 tersebut disusun dianggap belum ada, yang ada baru kebudayaan bangsa, yaitu kebudayaan lama dan asli (etnik) yang terdapat di Indonesia, dan ini sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah (etnik) di seluruh Indonesia.
Padahal dalam UUD 45 tersebut, Kebudayaan Nasional Indonesia yang jelas-jelas telah ada yaitu dasar negara Pancasila UUD 45 itu sendiri (wujud gagasan), Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) (pasal 1), lembaga MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) (pasal 2), lembaga kepresidenan (Bab III), lembaga DPA (dewan Pertimbangan Agung) pasal 16), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) (pasal 19), Bendera dan Bahasa, Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih (pasal 35), Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia (Pasal 36) dan lainnya dalam bentuk material kebudayaan. Ini sudah nyata menjadi Kebudayaan Nasional Indonesia, tetapi ini tidak disebut-sebut dan dimasukkan ke dalam pasal, 32 tersebut.
Maka mengikut penjelasan tentang undang-undang dasar negara Indonesia di atas yang mana sebenarnya Kebudayaan Nasional Indonesia itu dalam bentuk konkritnya belum jelas, yang ada baru unsur pendukungnya yaitu kebudayaan etnik dan kebudayaan asing.
Lalu bagaimana pengertian Kebudayaan Nasional Indonesia berdasarkan UUD 45 yang telah diamandemen?
Pada Pasal 32, UUD 45, hasil amandemen pun sama saja dengan Pasal 32, UUD 45, sebelum diamandemen. Pada pasal 32, UUD 45, amandemen dijelaskan (1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradapan dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan pengembangkan nilai-nilai budayanya, (2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
Pengertian kebudayaan nasional Indonesia tersebut juga tidak mendapat penjelasan, yang mana kebudayaan nasional Indonesia dan yang mana kebudayaan bukan nasional Indonesia. Hanya saja bagaimana bentuk material kebudayaan nasional Indonesia tidak dijelaskan.
Padahal Kebudayaan Nasional Indonesia juga jelas-jelas telah ada yaitu pada uud 45 yang diamandemen tersebut yaitu dasar negara Pancasila dan UUD 45 itu sendiri (wujud gagasan), Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) (pasal 1), lembaga MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) (pasal 2), lembaga kepresidenan (Bab III), Dewan Perwakilan Daerah (Bab VIIA), DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) (Bab VII), Bendera, Bahasa, dan lembang negara serta lagu kebangsaan (Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih (pasal 35), Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia (Pasal 36) lambang negara garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika (pasal 36A), Lagu kebangsaan Indonesia Raya (Pasal 36B) dan lainnya seperti sistem pendidikan nasional, sistem pertahanan dan keamanan negara, penghormatan dan penghargaan kepada hak asasi manusia yang mendidik warganya selain mempunyai hak juga mempunyai tanggung jawab, semua ini dalam bentuk material kebudayaan. Ini sudah nyata menjadi Kebudayaan Nasional Indonesia, tetapi ini tidak disebut-sebut dan dimasukkan ke dalam pasal, 32 tersebut. (Penafsiran atas UUD 45 yang diamandemen ini saya susun dengan belum membaca penjelasan dari UUD 45 yang diamandemen tersebut)
II. Wujud Kebudayaan
Menurut E.B Taylor (Sulaeman, 1995: ) kebudayaan atau yang disebut peradapan, mengandung pengertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan seni, moral, hukum, adat istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat.
Sedangkan Kroeber dan Klukhon (Bakker, 1984:15-19) mengajukan definisi kebudayaan, adalah kebudayaan terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang menyusun pencapainnya secara tersendiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk di dalamnya perwujudan benda-benda materi. Pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi cita-cita atau paham dan terutama keterikatan terhadap nilai-nilai. Ketentuan-ketentuan ahli kebudayaan ini sudah bersifat universal, dapat diterima oleh pendapat umum meskipun dalam praktek, arti kebudayaan menurut pendapat umum ialah sesuatu yang berharga atau baik.
Sedangkan Herkovits mengajukan teori kebudayaan sebagai berikut (1) kebudayaan dapat dipelajari, (2) berasal atau bersumber dari segi biologis, lingkungan, psikologis, dan komponen sejarah eksistensi manusia, (3) mempunyai struktur, (4) dapat dipecah-pecah ke dalam berbagai aspek, (5) bersifat dinamis, (6) mempunyai variabel, (7) memperlihatkan keteraturan yang dapat dianalisis dengan metode ilmiah, (8) merupakan alat bagi seseorang (individu) untuk mengatur keadaan totalnya dan menambah arti bagi kesan kreatifnya.
Tetapi secara umum, setiap kebudayaan mempunyai wujud, apakah itu disebut wujud ide atau gagasan, maupun wujud materi sebagai benda-benda hasil karya. Kebudayaan dalam pengertian luas, pun demikian, tetap mempunyai wujud
Secara umum wujud kebudayaan dapat juga dibagi atas empat yaitu:
a. wujud kebudayaan sebagai suatu ide-ide, cita-cita, rencana-rencana, gagasan-gagasan, keinginan, kemauan. Ini adalah wujud ideal yang berfungsi memberi arah pada tingkah laku manusia di dalam di kehidupannya.
b. wujud kebudayaan sebagai nilai-nilai, norma-norma, peraturan, pedoman, cara-cara dan sebagainya. Ini adalah wujud yang berfungsi mengatur, mengendalikan dan penunjuk arah pada tingkah laku manusia di dalam bermasyarakat.
c. wujud kebudayaan suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia. Wujud ini disebut juga sistem sosial yaitu sistem yang mengatur, menata aktivitas-aktivitas manusia dalam berinteraksi, bergaul.
d. wujud kebudayaan benda-benda hasil karya manusia. Wujud kebuda-yaan ini merupakan benda-benda yang dapat diraba, dilihat melalui pancaindra, seperti mobil, kapal dsbnya.
Sebagai contoh kasus adalah pembangunan Indonesia, sebagai kebudayaan, dilihat dari keempat wujud di atas adalah sebagai berikut:
Wujud


Kategori
Wujud Cita-Cita


Membangun masyarakat Indonesia berdasarkan undanguUndang dasar 45.
Wujud Arahan


GBHN (Orde Baru), Orde Reformasi (janji-janji pemenang pada kampanye pilkada atau pilpres).
Wujud Aktivitas


Budaya politik, tingkah laku atau aktivitas lainnya.
Wujud Benda


Hasil yang dicapai melalui aktivitas budaya politik, seperti pembangunan gedung sekolah, jembatan, pembangunan jalan dan sebagainya.
III. Kebudayaan Nasional Indonesia
Bila dicermati pandangan masyarakat Indonesia tentang kebudayaan Indonesia, ada dua kelompok pandangan.
1.Kelompok pertama yang mengatakan kebudayaan Nasional Indonesia belum jelas, yang ada baru unsur pendukungnya yaitu kebudayaan etnik dan kebudayaan asing. Kebudayaan Indonesia itu sendiri sedang dalam proses pencarian.
2.Kelompok kedua yang mengatakan mengatakan Kebudayaan Nasional Indonesia sudah ada. pendukung kelompok ketiga ini antara lain adalah Sastrosupono. Sastrosupono. Sastrosupono. Sastrosupono mencontohkan, Pancasila, bahasa Indonesia, undang-undang dasar 1945, moderenisasi dan pembangunan (1982:68-72).
Adanya pandangan yang mengatakan Kebudayaan Nasional Indonesia belum ada atau sedang dalam proses mencari, boleh jadi akibat (1) tidak jelasnya konsep kebudayaan yang dianut dan pahami, (2) akibat pemahaman mereka tentang kebudayaan hanya misalnya sebatas seni, apakah itu seni sastra, tari, drama, musik, patung, lukis dan sebagainya. Mereka tidak memahami bahwa iptek, juga adalah produk manusia, dan ini termasuk ke dalam kebudayaan.
Tulisan ini mencoba berpendapat, seperti pendapat kedua bahwa Kebudayaan Nasional Indonesia itu sudah ada dan memisahkannya dari kebudayaan yang ada di Indonesia. Alat pengindentifikasiannya adalah wujud ide dan wujud material.
3.1 Wujud Ide (Cita-Cita)
Wujud ide ini dipelopori oleh Gerzt. Gerzt melihat kebudayaan sebagai keseluruhan pengetahuan yang dimiliki manusia untuk mengintepretasi dan mewujudkan tindakan-tindakan dalam rangka menghadapi lingkungan alam dan sosialnya. Gerzt hanya membatasi pengertian kebudayaan kepada keseluruhan pengetahuan yang dimiliki manusia, perilaku dan benda-benda tidak lagi dianggap sebagai kebudayaan, melainkan sebagai hal-hal yang diatur atau ditata oleh kebudayaan.
Pengetahuan yang dimiliki manusia pada dasarnya merupakan berbagai model pengetahuan yang didapat melalui proses belajar dan pengalamannya. Berbagai model pengetahuan ada yang saling berhubungan, ada yang saling mendukung, tetapi ada juga saling bertentangan. Model-model yang tidak selalu terintegrasi ini sering digunakan dalam konteks dan situasi-situasi sosial tertentu sesuai dengan interpretasinya terhadap situasi yang dihadapinya.
Keseluruhan pengetahuan yang bersifat abstrak ini, agar lebih operasional diwujudkan ke dalam apa yang disebut pranata-pranata sosial yang dikembangkan oleh kelompok masyarakat. Pranata-pranata tersebut merupakan rangkaian aturan-aturan yang menata kegiatan-kegiatan manusia dalam bidang-bidang kehidupan tertentu.
Dalam konsepsi seperti ini, manusia tidak dilihat sebagai mahluk yang melulu diatur oleh kebudayaannya dalam melangsungkan hidupnya, tetapi sebagai mahluk yang mampu menseleksi dan memanipulasi model-model pengetahuan kebudayaan yang tersedia. Model-model yang akan diseleksi atau dimanipulasinya sangat dipengaruhi oleh situasi dan interpretasinya.
Berdasarkan definisi di atas, definisi Kebudayaan Nasional Indonesia berdasarkan sisi ide dapat dijelaskan semua pola atau cara berfikir/merasa bangsa Indonesia dalam suatu ruangan dan waktu. Pola atau cara berfikir/merasa ini dapat dimulai sesudah adanya Sumpah Pemuda (1928) atau sesudah Indonesia Merdeka (1945) hingga saat ini. Pilihan angka tahun ini (1928) karena, pada masa ini sudah tumbuh keinginan untuk bersatu (cara berfikir/merasa yang seragam untuk mencapai cita-cita atau tujuan bersama) ke dalam sebuah negara. Keinginan ini kemudian wujudkan pada tahun 1945 (kemerdekaan Indonesia).
Perkembangan lebih lanjut dari buah kemerdekaan ini dapat dilihat pada gagasan misalnya gagasan pendidikan nasional, gagasan ekonomi nasional, politik nasional, kesenian nasional, filsafat nasional dan lainnya.
Kebudayaan Nasional Indonesia Dalam Pandangan dan Sisi Ide
Uraian

Keterangan
Bentuk Konkrit

Ide, Gagasan-Gaasan, Norma-norma
Penciptanya

Cendekiawan Indonesia
Lokasinya

Dalam Wilayah Indonesia
Mulai


Hingga Indonesia Merdeka (1945) atau Boleh Juga Setelah Sumpah Pemuda (1928)
Berakhir

Hingga Indonesia Bubar
Sifatnya

Pola Pikir dan Pola Merasa Diserap melalui Difusi, Akulturasi, dll
Sumber Inspirasi

Kebudayaan Etnis dan Asing
Kriteria

Disepakati Bangsa Indonesia Sebagai Bagian Dari Budaya Indonesia
Fungsi

1. Alat Pemersatu Bagi Etnik Yang Berbeda-beda.
2. Lambang Kebanggan Nasional
3. Lambang Identitas nasional.
3.2 Wujud Materil
Materialisme adalah salah satu paham yang beranggapan bahwa manusia hidup di dunia adalah hasil rekayasa materi. Artinya selagi seorang manusia hidup di dunia, dia sebenarnya hidup di dunia materi. Dia mau hidup, harus makan, dia mau menata sistem nilai dan budayanya harus menggunakan alat (materi).
Materialisme berpandangan kebudayaan adalah hasil dari kumpulan pikiran-pikiran yang dipelajari dan kelakuan-kelakuan yang diperlihatkan oleh anggota-anggota dari kelompok sosial masyarakat, yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pandangan materialisme ini berkaitan dengan hubungan manusia dengan lingkungannya, oleh Marvin Harris, disebut variabel yang bersifat empiris dan ini diistilahkan dengan tekno-ekonomi dan tekno-lingkungan. Kebudayaan bukanlah hal-hal yang irasional, yang tidak dapat dimengerti, yang penuh dengan subyektifitas, tetapi bersifat material, dapat jelas dan dapat diukur.
Dalam kaitan ini, kebudayaan didefinisikan adalah sebagai kumpulan dari pikiran-pikiran yang dipelajari dan kelakuan-kelakuan yang diperlihatkan oleh anggota-anggota dari kelompok-kelompok sosial. Semua ini diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan terlepas dari faktor hereditas genetika.
Berdasarkan pengertian di atas, definisi Kebudayaan Nasional Indonesia berdasarkan sisi materialisme budaya adalah produk dari suatu bangsa dalam suatu ruangan dan waktu. Penjabaran hal ini dapat dilihat pada produk suatu bangsa tersebut misalnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), lembaga MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), lembaga kepresidenan, DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), Dewan Perwakilan Daerah, sistem pendidikan nasional, sistem politik nasional, sistem hukum nasional, bangunan arsitektur, produk kesenian, teknologi, bahasa Indonesia, bendera nasional, lagu kebangsaan, lambang negara garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika dan lainnya. Maka definisi Kebudayaan Nasional Indonesia berdasarkan sisi material adalah semua produk yang dihasilkan bangsa Indonesia baik yang dikembangkan di luar Indonesia, maupun yang dikembangkan di Indonesia, yang tumbuh dan berkembang sejak Indonesia merdeka (1945) atau sesudah Sumpah Pemuda (1928) hingga saat ini, apakah itu diserap dari kebudayaan etnik maupun kebudayaan asing, baik melalui proses difusi, akulturasi yang disepakati menjadi bagian dari milik nasional di dalam negara kesatuan RI.
Kebudayaan Nasional Indonesia Dalam Pandangan dan Sisi Material
Urian

Keterangan
Bentuk Konkrit

Produk/Ciptaan (Material)
Penciptanya

Bangsa Indonesia
Lokasinya

Dalam/Luar Negeri
Mulai

Boleh Dimulai Setelah Sumpah Pemuda (1928) atau Sejak Indonesia Merdeka (1945)
Berakhir

Hingga Indonesia Bubar
Sumber Inspirasi

Kebudayaan di Indonesia dan Asing
Kriteria

Disepakati Bangsa Indonesia Sebagai Bagian Tujuan Bersama Yang Hendak Dicapai.
Fungsi


1. Lambang Kebanggan Nasional.
2. Lambang Identitas Nasional
3. Alat Pemersatu Bagi Etnik Yang Berbeda-beda.
IV. Masalah dalam Kebudayaan Nasional
Masalah dalam Kebudayaan Nasional Indonesia saat ini adalah tidak sesuainya perilaku dengan gagasan atau ide nasioan yang dibangun. Sebagai contoh, Pancasila dan UUD 45 sebagai pandangan hidup dan dasar negara beserta normatifnya sudah bagus, tetapi di lapangan aktivitas sehari-hari justru kerap tidak sejalan. Lain dalam tataran gagasan lain dalam tataran perilaku. Contoh nyata masalah penghargaan kepada kebhinekaan atau pluralitas atau kemajemukan. Kita sepakat bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang pluralis dalam segala hal. Normatifnya penghargaan kita terhadap kebhinekaan totalitas, artinya tidak ada satu kelompok pun, apakah itu karena faktor etnis atau budaya atau agama yang dipinggirkan. Namun penghargaan tersebut dalam tingkatan aktivitas tidak demikian. Masih kerap kita dengar etnis tertentu, penganut agama tertentu, aksesnya ke bidang-bidang tertentu dimarjinalkan, dipinggirkan, dijadikan warganegara kelas 2 atau kelas 3, hanya faktor karena etnis, faktor agama dan lainnya. Alasan peminggiran karena faktor agama, karena tidak sesuai dengan ajaran agama yang sedang dianut. Penyesuaian ini dikatakan karena Tuhan mensyaratkan demikian. Tetapi bila ditanya mana bukti material Tuhan mengatakan demikian tidak pernah ada. Artinya belum pernah ada mandat yang diberikan Tuhan secara faktual kepada manusia untuk mewakili diriNya sebagao pencipta, yang ada hanyalah mandat non material. Mandat seperti ini susah membuktikannya karena lebih banyak berdasarkan mimpi atau tafsiran atau pengkultusan, sementara di sisi lain, material kehidupan tidak seperti itu, karena material kehidupan ini adalah faktual, seharusnya tidak perlu terjadi pemarjinalan karena faktor agama tersebut. Idealnya memang demikian, kenyataannya tidak demikian. Inilah contoh perilaku kelompok tertentu di Indonesia yang tidak sesuai dengan Kebudayaan Nasional Indonesia, baik dalam tingkat gagasan, maupun material, sebab tidak ada undang-undang produk Indonesia yang berisi diskriminatif tersebut. Tetapi budaya politik yang dikembangkan bersifat diskriminatif.
Perilaku korupsi, bermental atau berkarakter monyet, menunggangi masyarakat untuk kepentingan yang tidak sesuai dengan kemajemukan Indonesia adalah beberapa perilaku yang belum sesuai dengan Kebudayaan Nasional Indonesia dari sisi gagasan.
V. Simpulan
Kebudayaan di Indonesia adalah kebudayaan etnik dan kebudayaan asing, sedangkan Kebudayaan Nasional Indonesia adalah hasil kreasi bangsa Indonesia sejak Sumpah Pemuda atau sejak Indonesia merdeka.
Kebudayaan nasional Indonesia adalah semua yang dikategorikan sistem nasional apakah itu berbentuk gagasan kolektif, berbentuk material seperti sistem pendidikan, sistem politik, sistem hukum, dan sistem lainnya dan berbentuk perilaku seperti menghargai kemajemukan, atau pluralitas, menunjung hak dan kewajiban adalah kebudayaan nasional Indonesia.
Secara nyata gagasan kolektif dan material kebudayaan nasional Indonesia sudah ada. Kebudayaan nasional Indonesia saat ini:
No

Kategori

Penjelasan
1


Sudah Terbentuk


seperti antara lain bentuk negara Indonesia, Pancasila dan UUD 45 sebagai pandangan hidup dan dasar negara, bahasa Indonesia, produk-produk hukum selama indonesia merdeka, teknologi yang diambil dari luar, pendidikan, moderenisasi dalam segala lapangan, sistem politik, sistem hukum, kesenian seperti musik dengan variasinya yang digandrungi dengan melewati batas agama, suku, daerah, pendidikan dan status sosial, tanpa mempersoalkan asal-usul asal budaya tersebut, dan sebagainya.
2


Dalam Proses Pembentukan

misalnya semangat berdemokrasi. Negara Indonesia dikatakan menganut demokrasi Pancasila, namun dalam kenyataannya sering berubah menjadi demokrasi jalanan dalam bentuk demonstrasi, semangat demokrasi seperti ini belum semangat demokrasi dari seorang yang demokrat
3


Dalam Proses Pencarian


misalnya hubungan antar umat beragama, sebab hubungan antar umat beragama masih sering terjadi gesekan-gesekan yang memaksa seseorang berpulang kembali ke dalam kelompoknya. Dalam tahapan yang lebih rendah, hubungan antar etnis/suku. Dalam hubungan antar etnis/suku ini, pada beberapa wilayah terjadi gesekan-gesekan, kasus konflik suku di Kalimantan beberapa tahun yang lalu, imbas konflik di Ambon dengan istilah BBM (Buton Bugis Makasar, bentrokan antar suku yang masih kerap terjadi di Papua.
Berdasarkan wujud ide definisi kebudayaan adalah semua pola atau cara berfikir/merasa bangsa dalam suatu ruangan dan waktu. Pengertian ini dikembangkan ke dalam kebudayaan Indonesia menjadi Kebudayaan Nasional Indonesia semua pola atau cara berfikir/merasa bangsa Indonesia yang sama terhadap kelangsungan hidupnya di dalam sebuah negara.
Sedangkan kebudayaan nasional Indonesia berdasarkan wujud material adalah produk dari suatu bangsa dalam suatu ruangan dan waktu. Misalnya semua produk bangsa Indonesia baik yang dikembangkan di luar negeri, maupun yang dikembangkan di dalam negeri, yang tumbuh dan berkembang sejak Indonesia Indonesia merdeka (1945) atau sesudah Sumpah Pemuda (1928) hingga saat ini, apakah itu yang diserap dari kebudayaan etnik maupun kebudayaan asing, baik melalui proses difusi, akulturasi yang disepakati menjadi bagian dari alat mencapai tujuan nasional bersama di dalam negara kesatuan RI. Darimana asal kebudayaan ini tidak dipersoalkan, selagi bentuk kebudayaan yang diserap itu mampu mempersatukan dan mempererat persatuan dan kesatuan, itulah Kebudayaan Nasional Indonesia.
Masalah dalam Kebudayaan Nasional Indonesia saat ini, ada dalam tatataran aksi. Masih banyak perilaku dari masyarakat Indonesia, terutama dari kalangan elit – maaf mungkin terlalu kasar istilah ini - seperti monyet, tidak bisa membedakan mana yang telah sesuai atau baik berdasarkan kemajemukan masyarakat Indonesia, mana yang tidak baik. Bila sesuatu itu tidak sesuai dengan kepentingannya, apakah kepentingan pribadi atau kepentingan kelompoknya, kondisi yang sudah baik tersebut pun “tega” dirusak. Kalau tidak dirusak secara fisik (material), dirusak secara ideologi dengan istilah kafir, sesat, walaupun mereka ini bukan berperilaku kriminal, atau bukan beragama X dan isme-isme. Contoh lain adalah black campaign, pada waktu pemilihan Presiden dan dan sejumlah pemilihan kepada daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Bakker. 1984. Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar. Yogyakarta-Jakarta: Penerbit Kanisius dan BPK Gunung Mulia.
Brahmana, Pertampilan S. 1996. Materialisme Budaya Sebagai Suatu Pemahaman Perubahan Budaya. Karya Tulis Pada Program Magister Kajian Budaya UNUD.
Brahmana, Pertampilan S. 1997. Gagasan Kebudayaan Nasional Dalam Masa Kolonial: Dalam Perkembangan Masyarakat. Karya Tulis Pada Program Magister Kajian Budaya UNUD.
Brahmana, Pertampilan S. 1997. Awal Pertumbuhan Kebudayaan Nasional Indonesia. Karya Tulis Pada Program Magister Kajian Budaya UNUD.
Sastrosupono M, Suprihadi. 1982. Menghampiri Kebudayaan. Bandung: Penerbit Alumni.
Sulaeman, Munandar. 1995. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: Penerbit PT. ERESCO.
UUD 45 Sebelum di Amandemen dengan penjelasan.
UUD 45 Sesudah di Amandemen tanpa penjelasan.
Penulis Staf Pengajar Pada Fak. Sastra Universitas Sumatera Utara Medan . Magister dengan Pengkhususan Sistem Pengendalian Sosial.

Selasa, 14 September 2010

Sejarah PLS UM

SEJARAH JURUSAN PLS

* Jurusan PLS FIP UM berdiri pada tahun 1964 atas prakarsa Prof. Drs. H. Soedomo, M.A. (alm) dengan nama Jurusan Pendidikan Sosial. Tahun 1972 nama jurusan tsb diubah menjadi Departemen Pendidikan Sosial dengan program Sarjana Muda & Doktoral. Tahun 1982 bernama Jurusan PLS dg program S-1 hingga sekarang.

* Prodi S-2 PLS PPS UM merupakan pengembangan Jurusan PLS FIP UM. Prodi ini dibuka sejak tahun 1986. Saat ini Prodi S3 sedang dalam proses pengusulan.

* Berdasarkan SK Rektor nomor 682/KEP/H32/AK/2007 tentang Pemberlakuan Kerangka Manajemen Program Akademik Program Pascasarjana di Fakultas/Jurusan Universitas Negeri Malang, saat ini Prodi S-2 & S-1 PLS mulai diintegrasikan.

* Ketua Jurusan:
(1) 1964-1972: Prof. Drs. H.M. Soedomo, M.A.; (2) 1972-1980: Prof. Drs. H. M. Saleh Marzuki, M.Ed; (3) 1980-1984: Drs. Latif Ismail; (4) 1984-1988: Drs. H. Sofwan; (5) 1988-1992: Drs. H. Abdillah Hanafi, M.Pd; (6) 1992-1996: Dr. H. In’am Sulaiman; (7) 1996-2000: Prof. Dr. H.S. Mundzir, M.Pd; (8) 2000-2004: Dr. Achmad Rosyad, M.Pd; (9) 2004-2008: Drs. Kentar Budhojo, M.pd; (10) 2008-2012: Dr. M. Djauzi Moedzakir, M.A.

* Pimpinan Prodi S2:
(1) 1986-1992 Ketua: Prof. Drs. M. Soedomo, M.A., Sekretaris: Prof. Drs. M. Saleh Marzuki, M.Ed; (2) 1992-1996 Ketua: Prof. Dr. I Wayan Ardhana, M.A., Sekretaris Prof. Drs. M. Saleh Marzuki, M.Ed; (3) 1996-2000 Ketua: Prof. Drs. M. Rosjidan, M.A., Sekretaris: Prof. Drs. M. Saleh Marzuki, M.Ed; (4) 2000- 2008 Ketua: Dr. Sanapiah Faisal, Sekretaris Dr. Zaini Rohmat, M.Pd; (5) 2008-2012 Ketua: Dr. M. Djauzi Moedzakir, M.A.

* Karya monumental antara lain:
Pengembangan Permainan Simulasi (Simulation Game) sebagai media dan metode pendidikan orang dewasa pada tahun 1975-1980, yang kemudian dimanfaatkan untuk memasyarakatkan P4 di Indonesia (Simulasi P4)
Pengembangan model bahan ajar keaksaraan berdasarkan kebutuham masyarakat sebagai cikal bakal Buku Kejar Paket A (Pajar Berkemas atau Community-based Basic Learning Package) bekerjasama dengan SEAMEO (South East Asia Ministry of Educational Organization)

PROFIL PLS saat ini…

Visi : Sebagai pusat unggulan (center for excellence) dan lembaga rujukan dalam pengembangan keilmuan, pendidikan tenaga profesional dan akademik, dan layanan masyarakat di bidang PLS

Misi: (1) Mengembangkan keilmuan pendidikan luar sekolah; (2) Menyiapkan tenaga pendidik dan kependidikan pendidikan luar sekolah yang memiliki kepedulian terhadap nilai-nilai kemanusiaan, keunggulan profesional dan akademik; serta (3) Mengembangkan layanan kepada masyarakat di bidang PLS PLS

Tujuan Prodi: Menghasilkan sarjana yang memiliki kompetensi:
(1) wawasan tentang dasar keilmuan PLS, (2) keilmuan dasar tentang perilaku manusia, (3) berbagai strategi, pendekatan, dan metode PLS, (4) pengelolaan program PLS, dan (5) pengembang kepribadian dan keprofesian di bidang PLS

Prodi/ Lahir : S1/ 1964; S2/ 1986

Akreditasi : S-1: PERINGKAT “A” (Kep BAN-PT No. 002/BAN-PT/Ak-XII/S1/IV/2009 Tgl. 2 April 2009)
S-2: PERINGKAT “A” (Kep BAN-PT No. 009/BAN-PT/Ak-VII/S2/VIII/2009 Tgl 28 Agustus 2009)

Jumlah dosen : GURU BESAR: 2 orang ; DOKTOR: 11 orang; MAGISTER: 16 orang

Jumlah Lulusan (per Juli 2010) : SARMUD: 136 orang; SARJANA: 1.243 orang; MAGISTER: 203 orang

Jumlah Mahasiswa saat ini : 408 orang

Struktur Kurikulum Program S1 : Beban 144 sks (50-52 mk) ditempuh selama 8 semester

Profesi Lulusan : Lulusan S1 sebagai pemberdaya masyarakat, pengelola satuan dan program PLS, fasilitator (instruktur., tutor, trainer); Lulusan S2 sebagai pamong belajar, penilik PLS, widyaiswara, dosen bidang PLS, pengelola lembaga diklat

Profil Sebagian Dosen PLS :

1. Prof. Drs. H. M. Saleh Marzuki, M.Ed (Kajur PLS IKIP Mlg 1976-1980, Registrar IKIP Mlg 1980-1984, Dekan FIP UM 1997-1999, Sekprod PLS S2 PPS UM 1986-2000, PR I UM 2000-2004, Pjs Rektor UM 2002-2003, PR I UM 2005-2008, Konsultan BSNP, Konsultan BPPNFI Reg. IV, Konsultan Ditjen PNFI)
2. Dr. H. Sanapiah Faisal (Kaprodi PLS S2 PPS UM 2000-2008, Konsultan BAN PT, dosen program Pascasarjana Unair Surabaya, UIN Malang, Unmer Malang, akademisi BPPNFI Reg IV, dll)
3. Prof. Dr. H. S.Mundzir, M.Pd (mantan PD I FIP UM, mantan Kajur PLS FIP UM, anggota senat uM)
4. Dr. H. Muhajir Effendy, M.Ap (Rektor Univ. Muhammadiyah Malang, dosen profesional)
5. Dr. Supriyono, M.Pd (Dosen Profesional, PD I FIP UM 2007-2011, konsultan BAN PTKPNF, konsultan Ditjen PNFI, konsultan BPPNFI Reg. IV, Manajer Sekolah Terpadu Lumajang 2005-2007, akademisi BPPNFI Reg. IV)
6. Dr. M. Djauzi Mudzakir, M.A. (Dosen Profesional, Kajur PLS FIP UM 2008- 2012, Kaprodi S2 PPS UM 2008-2012, dosen program Pascasarjana Unmuh Malang, Uhamka Jakarta, Univ. Pakuan Bogor, UNJ, Unisma Mlg, Unipa Sby dll, konsultan USAID, Manajer Sekolah KPS Balikpapan 2004-2005, Direktur Prima School/SNBI KPC Sangatta 2005-2006)
7. Dr. H. Ishak Maulana, M.Pd (Kepala Lab PLS 1996-2000, Konsultan Direktorat PSMP, pendiri lebih dari 50 yayasan/LSM)
8. Dr. H. In’am Sulaiman, M.Pd (Dosen profesional, Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang, Jatim)
9. Dr. Ahmad Rosyad, M.Pd (Dosen profesional, mantan Kajur PLS FIP UM, akademisi BPPNFI Reg IV Sby)
10. Dr. Hj. Endang Sri Rejeki, M.S. (Dosen profesional, pengelola LSM, dosen Unibraw Malang)
11. Dr. Zulkarnain Nasution, M.Pd (Kabag. Humas UM)
12. Dr. Hardika, M.Pd (mantan Sekjur PLS FIP UM)
13. Drs. H. Abdillah Hanafi, M.Pd (Dosen profesional, mantan Kajur PLS FIP UM, Kep LPM UM, pengalola PKBM Zam-zam Malang)
14. Dra. Hj. Siti Asmah, M.Pd (Dosen profesional, kep Lab PLS 2000-2004, pelatih prog. PAUD tkt nasional)
15. Drs. H. Ishom Ihsan, M.Pd (Sekretaris LP3 UM 2008-2012, Kepala SD Sabilillah Malang, mantan Manajer Sekolah KPS Balikpapan 2005-2006
16. Dra. Dwi Maziyah P, M.Pd (Sekjur PLS 2004-2008, pelatih prog. PAUD tkt. nasional)
17. Drs. Hj. Umi Dayati, M.Pd (Kapuslitdik Lemlit UM, instruktur pelatihan tingkat nasional, pelatih program out bound)
18. Drs. H. Sucipto, M.S. (Kepala LPM UM, pengelola LSM)
19. Drs. H. Imam Hambali, M.Pd (Kepala Lab PLS FIP UM, akademisi SKB Kota Malang, pengelola LSM

Senin, 06 September 2010

KONSEP DASAR PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

A. Latar belakang
Indonesia memiliki masalah- masalah kependidikan yang memperhatinkan masalah ini terjadi sebelum indonesia merdeka hingga sampai sekarang.Secara terperinci dapat diungkapkan alasan-alasan timbulnya pendidikan luar sekolah adalah:

@ Alasan dari Segi Faktual _historis
-Kesejarahan
-Kebutuhan Pendidikan
-Potensi sumber belajar
-Keterlantaran Pendidikan luar sekolah

@Alasa dari segi Analitis -parsfektif
-pelestarian identitas bangsa
-Kecende rungan belajar individual

@Alasan dari segi Formal -kebijakan
-Pembukaan UUD 1945
-GBHN
- Pelita

B .Definisi Pendidikan luar sekolah
#Pendidikan luar sekolah merupakan sistem baru dalam dunia pendidikan yang bentuk
dan pelaksanaannya barbeda dengan sistem sekolah yang ada .

#Pendiikan luar sekolah adalah dimana setiap kesempatan dimana terdapat
komunikasi yang teratur dan terarah diluar sekolah danseseorang memperoleh
informasi,pengetahuan,latihanatau bimbingan sesuai dengan kebutuhan hidup.


C Kegiatan Dalam Pendidikan luar sekolah.
*Adanya pengorganisasian.
*Adanya program pendidikan.
*Adanya urutan materi .
*Jangka waktu belajar pendek.
*Tujuan pendidikan spesifik .
*Ada subyek /sasaran belajar.

D.Sasaran Pendidikan luar sekolah.
-Pendidikan luar sekolah untuk pemuda.
-Pendidikan luar sekolah untuk orang dewasa.

E.Ciri - ciri Pendidika luar sekolah.
1.Berkaitan degan misi yang mendesak dan praktis.
2.Tempatnya diluar kelas.
3.Bukti memilika ilmu pengetahuan adala h keterampilan .
4.Tidak terikat ketentuan yang ketat.
5.Pesertanya bersifat sukarela.
6.Merupakan aktivitas sampingan.
7.Biaya pendidikan lebih murah .
8.Persyaratan penerimaan peserta lebih mudah .

Lingkup Kajian Sosiologi

Apa itu sosiologi? Sosiologi adalah sebuah disiplin ilmu yang mempelajari individu, kelompok dan lembaga sosial yang membentuk masyarakat secara umum. Ini tentu saja batasan sosiologi yang sangat sederhana, tetapi paling mudah dimengerti secara awam… Sekedar pengenalan awam, berikut akan dijelaskan secara selintas ruang lingkup kajian sosiologi tersebut.
Sesungguhnya, ruang lingkup kajian sosiologi sebagai ilmu sangatlah luas, mencakup hampir semua bidang kehidupan masyarakat, baik bidang ekonomi, politik, agama, pendidikan, kebudayaan, tentu saja dilihat dari perspektif (asumsi teoritis dan metodologis) sosiologi.
Setidaknya ada sejumlah elemen penting yang menjadi perhatian ahli sosiologi dalam mempelajari masyarakat. Elemen-elemen tersebut tercakup kepada lima area sosial, yakni : karakteristik penduduk, prilaku sosial, lembaga sosial, elemen budaya dan perubahan sosial.
Karakteristik penduduk akan menentukan pola-pola hubungan sosial dan bentuk struktur sosial yang tercipta dalam kehidupan sosial dimana penduduk bertempat tinggal.
Prilaku sosial dipelajari secara komprehensif dalam sosiologi. Dalam teori psikologi sosial banyak dibahas tentang prilaku kelompok, sikap, kompromitas, kepemimpinan, moral kelompok dan bermacam-macam bentuk prilaku lainnya. Juga dipelajari interaksi sosial, konflik sosial, gerakan sosial dan perang. Disini juga dipelajari tentang konsep status dan peran, peran (role) adalah harapan sosial terhadap status (position) yang disandang seseorang di tengah masayarakat (lingkungan).
Lembaga sosial adalah kumpulan hubungan-hubungan sosial di masyarakat yang membentuk fungsi sosial khusus. Lembaga sosial tersebut misalnya, organisasi bisnis, pemerintah, rumah sakit, mesjid/pesantren atau sekolah. Masing-masing lembaga memiliki keterkaitan lagsung dengan masyarakat yang eksisis, demikian juga antara lembaga-lemabag sosial terhadap hubungan timbal-balik, yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain. Lembaga sosial yang dianggap paling penting adalah: keluarga, ekonomi, politik, pendidikan, dan agama.
Elemen budaya membantu menyatukan dan mengatur kehidupan sosial. Ini memberikan orang-orang landasan umum dalam komunikasi dan saling pengertian. Elemen budaya mencakup; seni, tradisi, bahasa, pengetahun dan nilai-nilai agama. Ahli sosiologi melakukan studi terhadap pengaruh masing-masing elemen tersebut terhadap kondisi, karakter dan prilaku sosial.
Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi dalam kondisi atau pola prilaku dalam masyarakat. Banyak faktor yang yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial, seperti mode, invensi, revolusi, perang, atau sejumlah masalah penduduk lainnya. Tetapi teknologi memainkan peran yang sangat penting dalam perubahan sosial masyarakat, terutama sejak revolusi industri di Eropa.
Secara umum perubahan sosial dapat dibagi dua (dilihat dari sumber terjadinya perubahan), yakni perubahan internal (dalam) dan perubahan eksternal (luar).
Sosiologi
Sosiologi merupakan kajian tentang hukum masyarakat dan proses yang berkenaan dengannya; dan orang yang berlainan bukan setakat sebagai individu, tetapi juga sebagai ahli persatuan, kumpulan sosial, dan institusi (pendek kata sebagai anggota masyarakat).
Sosiologi secara teori sering kali dikaitkan dengan soal-soal manusia dalam masyarakatnya. Sosiologi berminat tentang perangai kita sebagai manusia; atau secara ringkas, mengkaji hubungan antara manusia yang pada awalnya saling tidak kenal kepada suatu peringkat yang lebih proses sosial sejagat.
Masyarakat
Masyarakat (society) merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan komuniti manusia yang tinggal bersama-sama. Boleh juga dikatakan masyarakat itu merupakan jaringan perhubungan antara pelbagai individu. Dari segi perlaksaan, ia bermaksud sesuatu yang dibuat - atau tidak dibuat - oleh kumpulan orang itu. Masyarakat merupakan subjek utama dalam pengkajian sains sosial.
Oleh kerana sesebuah masyarakat yang inginkan kestabilan memerlukan ahli-ahli yang sanggup menolong antara satu sama lain, maka ia perlu kepada nilai-nilai murni seperti kerakyatan, hak dan etika. Ini merupakan perkara asas untuk mencapai keadilan. Jika nilai-nilai ini gagal dipatuhi, orang akan mengatakan sesebuah masyarakat tersebut sebagai tidak adil dan musibah akan berlaku.
Perkataan society datang daripada bahasa Latin societas, "perhubungan baik dengan orang lain". Perkataan societas diambil dari socius yang bererti "teman", maka makna masyarakat itu adalah berkait rapat dengan apa yang dikatakan sosial. Ini bermakna telah tersirat dalam kata masyarakat bahawa ahli-ahlinya mempunyai kepentingan dan matlamat yang sama. Maka, masyarakat selalu digunakan untuk menggambarkan rakyat sesebuah negara.
Walaupun setiap masyarakat itu berbeza, namun cara ia musnah adalah selalunya sama: penipuan, pencurian, keganasan, peperangan dan juga kadangkala penghapusan etnik jika perasaan perkauman itu timbul. Masyarakat yang baru akan muncul daripada sesiapa yang masih bersama, ataupun daripada sesiapa yang tinggal.
Latar masyarakat
Latar masyarakat ialah gambaran kehidupan masyarakat yang dipaparkan di dalam karya.
Apa ciri - ciri masyarakat umum?
masyarakat umum adalah smua orang2 yg berada d sekitar t4 tggl qta...,
dgn ciri2 :
1. saling membutuhkan
2. tolong menolong
3. gotong royong....dst
Masyarakat di lingkungan sekitar kta, yg saling bergantung satu sama lain

Ekonomi Pendidikan Mata Kuliah

EKONOMI PENDIDIKAN

• Setiap membahas masalah pendidikan makro maka tidak dapat lepas dengan masalah ekonomi, Karena dalam suatu pendidikan modern salah satu tujuannya adalah untuk mempersiapkan peserta didik dalam menangani masalah ataupun untuk memenuhi kebutuhan hajat hidupnya. “Memenuhi kebutuhan hajat hidup adalah wilayah ekonomi”.
• Dalam menyelenggarakan pendidikan modern dibutuhkan sarana serta prasarana dan biaya yang didalam pengadaannya dan penggunaanya harus memperhatikan dan berpedoman pada prinsip-prinsip ekonomi agar efektif dan efisien.
• Untuk menjalankan tugas-tugas pendidikan dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomis maka seharusnya para ahli, manajer, praktisi pendidikan memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang ilmu ekonomi.
• - Efektif : menggunakan Sumber Daya untuk mencapai tujuan secara optimal.
- Efisien : Menggunakan Sumber Daya seminim mungkin untuk mencapai tujuan.
“ Jika tingkat keefektifan semakin tinggi, maka akan didapatkan tingkat efisien yang rendah” Begitu pula sebaliknya.

40
efisien 30
10

10 30 40
Efektif

“TUJUAN KULIAH EKONOMI PENDIDIKAN”
* Untuk mendiskusikan berbagai konsep dan teori ekonomi agar peserta didik memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang ilmu ekonomi secara elementer (Secara Garis Besar).
Konsep = abstraksi dari realita
Teori = kerangka Logis dan Fakta yang digunakan untuk menjelaskan sesuatu
Eksplanasi = menjelaskan ( didalamnya terdapat sebab akibat )
Deskripsi = penggambaran
* Untuk melatih peserta didik agar memiliki kemampuan menganalisis masalah-masalah pendidikan yang menggunakan persepektif ekonomi

PENGERTIAN ILMU EKONOMI DAN EKONOMI PENDIDIKAN
 Definisi Ilmu Ekonomi
o Ilmu yang mempelajari bagaimana manusia dalam mememnuhi kebutuhannya melakukan pilihan-pilihan terhadap alat pemuas kebutuhan yang jumlahnya relative terbatas (Scarce Resources).
 Didalam melakukan pilihan-pilihan akan menimbulkan 2 konsekuensi yaitu “Pay Off = nilai yang didapat” dan “Trade Off = nilai yang hilang”.
 Contoh : orang mempunyai uang 2 juta. Memiliki keinginan untuk membeli baju, sepatu dll. Dengan uang tersebut dia hanya dapat membeli baju, sepatu dan Hp (Pay Off), sedangkan tas dan barang lainnya yang tidak terpenuhi (Trade Off).
o Ilmu ekonomi terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Ekonomi Deskriptif > Real Economic : Bukan merupakan hubungan sebab-akibat
2. Ekonomi Teoritik > Asumsi, Prediksi, Hipotesis, Model :
a. Teori Ekonomi Makro
b. Teori Ekonomi Mikro
3. Ekonomi Terapan > Practical = Manajemen, Akuntansi, Keuangan, Perbankan, Dll.
o Ekonomi Eksplanation : Ilmu ekonomi yang berusaha menjelaskan indicator yang disampaikan merupakan hubungan sebab akibat. (dalam penelitian biasa disebut “penelitian”)
o Ekonomi Teoritik : yan gberusaha menyusun asumsi (dugaan yang mendekati kebenaran), prediksi (perkiraan), hipotesis (kesimpulan sementara), model.
 Teori Makro : “ Pendapatan nasional, kebijakan moneter, kebijakan fiscal, dan tenaga kerja.”
 Teori Mikro : Suplay, Demand, Konsumsi, Tabungan, Produksi, Pendapatan.
Contoh :
-Asumsi dari APBN pada tahun 2010 diperoleh dari:
1. Penerimaan Pajak
2. Pendapatan Non-Pajak
3. Harga Minyak
4. Devisa
5. Inflasi
Kita dapat berasumsi bahwa penerimaan pajak pertahun naik 0,2 % dari tahun 2005
* P-Tx : 2005 (7,5) - 2006 (7,7) – 2007 (7,9) – 2008 (8,1) – 2009 (8,3) – 2010 (8,5)
Data Historis
- Ekonomi Terapan : ilmu ekonomi yang sifatnya praktis. Praktek penggunaan apa yang ada dalam teori ekonomi terhadap apa yang dihasilkan ilmu ekonomi deskriptis.
- Ekonomi Deskriptif : mengumpulkan keterangan-keterangan factual (nyata) yang relevan mengenai masalah ekonomi
- Ekonomi Teotitik : membahas tentang konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan model dijadikanalat penjelas terhadap fakta atau kenyataan.

Teoritik Deskriptif
Maupun sebaliknya

Terapan

Teori Ekonomi Makro meliputi :
1. Tingkat pendapatan nasional ( the level of national income)
2. Tingkat kesempatan kerja ( employment )
3. Kebijakan moneter :
a. Tabungan ‘
b. Investasi nasional
c. Neraca pembayaran luar negeri ( devisa )
d. Jumlah uang yang beredar
e. Cadangan dalan negeri
f. Suku bangsa
4. Kebijakan fiscal :
Anggaran belanja, pendapatan dan pengeluaran negera
a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga pemerintah
b. Hutang pemerintah
c. Pajak dan penerimaan Negara selain Pajak

# Keuangan dapat mempengaruhi kesempatan kerja dan pendapatan nasional.
@ Barang dan Jasa < nilai uang yang beredar = Inflasi @ Barang dan Jasa > nilai uang yang beredar = Deflasi

EKONOMI PENDIDIKAN
^ Ekonomi Pendidikan adalah studi mengenai pendidikan ditinjau dari perspektif ilmu ekonomi baik dalampengertian deskriptif, teoritik maupun terapan, termasuk didalamnya adalah kebijakan anggaran pemerintah serta ideology.
^ Ekonomi Pendidikan tidak sama dengan “Pendidikan Ekonomi”.
Pendidikan Ekonomi adalah Pendidikan yang bertujuan menanamkan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan bidang-bidang ekonomi, dan diharapkan peserta didik memiliki pengetahuan dan keterampilan dibidang ekonomi.
Ekonomi Pendidikan penekanannya lebih pada masalh pendidikan ketimbang masalah ekonomi.
* Pendapatan Nasional : total pendapatan yang diperoleh oleh keseluruhan RT keluarga, RT Negara, dan RT perusahaan (Swasta).
Apabila pendapatan nasional dibagi total jumlah penduduk suatu Negara akan mendapatkan yaitu “Income Perkapita” Dapat dirumuskan menjadi :
N = ∑ IRK + IRP + IRS IP = N = ∑ P
IP = ∑ IRK + IRP + IRS
∑P
Keterangan :
N = Pendapatan Nasional IP = Income Perkapita
∑P = Jumlah Penduduk IRK = Indek RT Keluarga
IRP = Indek RT Pemerintah IRS = Indek RT Swasta
- Income Perkapita = pendapatan rata-rata per kepala penduduk dalam suatu Negara.
- Semakin tinggi apresiasi siatu RT terhadap pendidikan, semakin tinggi juga alokasi yang dikeluarkan untuk pendidikan.
- RT. Pemerintah
- Semua Negara pasti mengalokasikan pendapatannya untuk pendidikan
- Alokasi pemerintah untuk pendidikan dinamakan biaya pendidikan.
- Di Indonesia ada 20% dari APBN, sebagian besar diurus oleh kementrian-kementrian lain yang mengurusi pendidikan. Contoh : Depag, Sekolah Kedinasan (STAN)
- RT. Swasta
- Hampir sama dengan Negara, swasta juga mengalokasikan untuk pendidikan, biasanya dalam program peningkatan kualitas karyawan, atau disebut “Inservice Training” (Pendidikan dalam Jabatan)
- RT. Swasta juga berkewajiban mengalokasikan dananya untuk :CSR” (Corporate Social Responsibility).
> Tingkat Kesempatan Kerja
Suatu Negara dikatakan ekonominya stabil jika suatu Negara itu mempunyai tingkat kesempatan kerja yang tinggi. Salah satu tugas dari pemerintah adalah mendorong agar terciptanya lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Sehingga tidak akan terjadi deposit yang tinggi antara kesempatan kerja dengan jumlah lapangan pekerjaan..
~ Apabila kesempatan kerja sama dengan jumlah tenaga kerja produktif, maka disebut dengan kesempatan kerja “ Sempurna “
~ Namun dalam suatu Negara terdapat 2 kemungkinan, yaitu defisit dan surplus
~ Devisit = Banyaknya pengangguran Surplus = Kekurangan Tenaga Kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi tenaga kerja :
1. Informasi Tenaga Kerja
2. Tingkat penghargaan terhadap berbagai jenis pekerjaan
Tugas Pendidikan : menyiapkan SDM / Tenaga yang terampil (Skill Labours) disuatu negara
3. Kebijakan Moneter
a. Tabungan = penggunaan / penahanan pendapatannya untuk tidak dikonsumsi.
Setiap pendapatan terdapat 2 kemungkinan : 1. dikonsumsi 2. ditabung
Y=C+S Y=Pendapatan S=Saving C=Konsumsi
Semua RT dimungkinkan mempunyai suatu tabungan.
b. Investasi (Fisik & Human)
Phisical Investment = Jalan Raya
Human Invastment = Pendidikan
c. Neraca Pembayaran Luar Negeri (Devisa)
Y= C+S ( X-I ) NPLN : I > X = Defisit LN X > I = Surplus LN
X = Ekspor I = Impor
Kaitannya dengan pendidikan adalah adanya pinjaman Lunak LN untuk biaya pendidikan. ( Soft Loan ) = Suku bunga rendah, jangka panjang
d. Jumlah Uang yang Beredar
Good Good = Jenis Barang
+ MONEY Services = Jasa Pelayanan
Services Money = Uang
If ∑ G + S = M => Pasar sempurna
If ∑ G + S > ∑ M => Devlasi ( nilai mata uang rendah )
∑ G + S < ∑ M => Inflasi ( nilai mata uang tinggi )
Tingkat jumlah uang yang beredar di Indonesia
Jakarta
Jawa

e. Cadangan dalam Negeri
 Pendapatan yang diacadangkan untuk biaya-biaya darurat ( ex: biaya bencana )
 Semua jenis RT harus mempunyai cadangan biaya
f. Tingkat Suku Bunga
 Pemerintah / Otoritas moneter yang mengurusi suku bunga suatu Negara.
o Jika bunga deposito tinggi = nasabah meningkat, peminjam menurun.
o Jika bunga deposito rendah= nasabah menurun, peminjam meningkat.
Untuk mengendalikan ekonomi disuatu Negara menggunakan variable bunga deposito.
 Capital Flight = Larinya modal dari suatu Negara ke negeara lain karena adanya kebijakan moneter
 Valas ( perdagangan valuta asing ) = pasar uang
Income Perkapita
• Gross national product : total nilai uang yang berasal dari barang dan jasa yang diproduksi ditambah biaya.
• Net national product : total nilai uang yang berasal dari barang dan jasa uang diproduksi dikurangi biaya konsumsi ( pendapatan bersih )
• Faktor-fakator input` : Modal, Tenaga, Alat, Tanah
Indonesisa Luar Negeri
Modal
Tenaga
Alat
tanah √




Modal
Tenaga
Alat
tanah √


√ √












= GNP
GDP
Negara yang baik perekonomiannya : GNP > GDP
MNC = Multy National Carporation

SISTEM MONETER ( KEUANGAN )
Kebijakan dan instrument yang diberlakukan suatu Negara untuk mengatur pemasokan uangnya (wujud nilai).
=> Denominasi : 10 sen = 1 Rupiah 1 ketip = 5 sen 10 pence = 1 pound
=> Nominasi : Perunggu > Perak > Emas
=> Bank Note : mata uang yang digunakan rujukan dalam perdagangan dunia (dollar)
=> Instrument : yang digunakan untuk mengontrol pemasokan uang (operasi pasar, deposit,direktif, perbedaan suku bunga).
=> Deposit : Penyimpanan alat-alat berharga
=> Bank : Intermediary Finansial
SPP dari universitas disetorkan kenegara karena itu merupakan pendapatan pemerintah selain pajak.
• Exchange rate = nilai tukar.
• System keuangan juga memiliki dimensi eksternal.

- Dana alokasi umum : sejumlah dana yang dialokasiakan kepada setiap daerah otonom (provinsi, kabupaten, kota) diIndonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada APBN, dan menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD. Tujuan DAU adalah pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan desentralisasi.
- Dana alokasi umum terdiri dari :
1. DAU untuk daerah provinsi
2. DAU untuk dearah kabupaten/kota
=> Jumlah DAU tiap tahun ditentukan berdasarkan keputusan presiden. Setiap provinsi / kab/ kota menerima DAU dengan besaran yang tidak sama, dan ini diatur secara mendetail dalam peraturan pemerintah. Besaran DAU dihitung menggunakan rumus / formulasi static yang kompleks , antara lain dengan variable jumlah penduduk dan luas wilayah.
- Dana Alokasi Khusus : Alokasi dari anggaran pendapatan dan bela Negara kepada provinsi / kab / kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintah daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
“DAK termasuk perimbangan, disamping DAU”
Ekonomi Mikro : Perilaku pelaku ekonomi
Ada 3 bagian : Rumah tangga keluarga ( households ),
Rumah tangga pemerintah,
Rumah tangga perusahaan ( Swasta )
Ketiga perilaku ini sangat berkaitan dengan pasar / market.

Swasta = Usaha
Jika semua berkualitas => menghasilakan pruduk berkualitas tinggi => dapat dieksport => bersaing nilai( comparative, competitive )
Comparative = memberikan kepuasan yang sama, tetapi dengan alat yang berbeda.
Competitive = memberikan kepuasan yang sama dengan alat yang sama (sejenis).
Pendidikan mempunyai tujuan :
> meningkatkan kualitas SDM di RTk, RTs, RTp agar menghasilkan kualitas SDM yang baik dilapangan sehingga mampu menciptakan pendapatan Negara tinggi.
Peranan RTs dalam Pendidikan yaitu pengguina SDM hasil dari pendidikan, jadi harusnya memberikan feedback pada lembaga pendidikan.

Kegiatan-kegiatan Ekonomi masing-masing RT
Perkiraan Pendapatan dan Produk Nasional
- Upah dan Gaji (Yw) = Pendapatan yang diperoleh seseorang sebagai imbalan terhadap penggunaan jasa produk nasional
- Sewa (Yr) = imbalan terhadap aktiva tetap milik oral
- Laba (Yp) = perseorangan : laba yang diperoleh perusahaan yang tidak berbentuk badan hokum
- Laba perseroan : laba yang diperoleh perusahaan yang berbentuk badan hokum.
- Bunga (Yi)

Komponen Pendapatan Komponen Produk
-Upah dan Gaji (Yw)
Sewa (Yr)
Laba (Yp)
Bunga (Yi)
-Pendapatan nasional atas dasar biaya produksi
Transfer pemerintah / perusahaan
Pajak tak langsung
Subsidi
Penyusutan
-Pendapatan nasional atas dasar Harga Pasar Pengeluaran Konsumsi
Pengeluaran Investasi
Pengeluaran Pemerintah
Ekspor Neto
Produk Nasional
Untuk membuat anggaran harus terlebih dahulu membuat asumsi.
Dalam ekonomi terdapat 3 macam asumsi :
1. Asumsi Optimistik
2. Asumsi Pesimistik
3. Asumsi Moderat
Anggaran belanja naik karena pengaruh anggaran subsidi.
Untuk membuat Asumsi biasanya menggunakan data historis.
8% 10% 6% 8%


2004 2005 2006 2007 2008

Dalam Pelaksanaanya :
Pengusaha



Pemerintah Masyarakat
Aspek-aspek pendidikan dalam Ekonomi :
~ Ekonomi dapat memberikan kontribusi bagi pendidikan
~ Keadaan pendidikan di Indonesia
~ SDM dan Pendidikan perkapita
~ Pendidikan sebagai Investasi
~ Solusi untuk mendingkatkan penyerapan tenaga kerja karena pengaruh teknologi globalisasi
~ Solusi penurunan HDI di Indonesia (angka melek aksara, angka tingkat hidup, pendapatan perkapita)
~ Pendidikan tidak menciptakan lapangan pekerjaan
~ Pendidikan yang menciptakan SDM yang berkualitas akan menunjang perekonomian Negara
~ Alokasi dana yang diberikan untuk pendidikan adalah 20% dari APBN
~ Solusi meningkatkan kualitas pendidikan agar perekonomian semakin maju.

KONSEP DASAR PENDIDIKAN

KONSEP DASAR PENDIDIKAN

Pendidikan dalam arti luas Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat. Henderson (1959:44) mengemukakan : But to see education as a process of growth and development taking place as the result of the interaction of an individual with his environment, both physical and sosial, beginning at birth and lasting as long as life it self a process in which the social heritatage as a part of the social environment becomes a tool to be used toward the development of the best and ost intelligent person possible, me and women who will promote human welfare, that is to see the educative process as philosophers and educational reformers conceived. Menurut Henderson, pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepajang hayat sejak manusia lahir. Warisan sosial merupakan bagian dari lingkungan masyarakat, merupakan alat bagi manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Dalam undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuata sepiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pertama, bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. Usaha pendidikan sudah dimulai sejak manusia lahir dari kandungan ibunya sampai tutup usia, sepanjang ia mampu untuk menerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari konsep pendidikan sepanjang hanyat adalah, bahwa pendidikan tidak identik dengan persekolaan. Pendidikan akan berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

Kedua bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama semua manusia, tanggung jawab orang tua, tanggung jawab masyarakat dan tanggung jawab pemerintah. Pemerintah tidak boleh memonopoli segalanya. Bersama keluarga dan masyarakat, pemerintah berusaha semaksimal mungkin agar pendidikan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ketiga, bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan, karena dengan pendidikan manusia akan memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang, yang disebut manusia seluruhnya. Henderson (1959) mengemukakan bahwa pendidikan pada dasarnya suatu hal yang tidak dapat dielakkan oleh manusia, suatu perbuatan yang “tidak boleh” tidak terjadi, karena pendidikan itu membimbing generasi muda untuk mencapai suatu generasi yang lebih baik. Bagi orang dewasa ilmu pendidikan yang mengkajinya disebut “andragogi”, yang berasal dari bahasa Yunani “andr” dan “agogos”. Dalam bahasa Yunani, “andr” berarti orang dewasa dan “agogos” berarti memimpin atau membimbing. Kniwles (1980) mendefinisikan andragogi sebagai seni dan ilmu dalam membantu warga belajar (orang dewasa) untuk beljar. Berbeda dengan pedagogi yang dapat diarti sebagai seni dan ilmu untuk mengajar anak-anak. Orang dewasa, tidak hanya dilihat dari segi biologis semata, melainkan dari segi sosial dan psikologis. Secara biologis, seseorang dikatakan telah dewasa apabila ia telah mampu melakukan reproduksi. Secara sosial, seseorang disebut dewasa apabila ia melakukan peran-pera sosial yang biasanya dibebankan kepada orang dewasa. Secara psikologis, seseorang dikatakan dewasa bila ia telah memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan dan keputusan yang diambil.
Andragogi adalah suatu model proses pembelajaran perserta didik (warga belajar) dewasa. Andragogi disebut juga sebagai teknologi pelibatan orang dewasa dalam kegiatan belajar. Proses pembelajaran dapat terjadi dengan baik apabila metode dan teknik pembelajaran dapat terjadi dengan baik apabila metode dan teknik pembelajaran ,melibatkan warga belajar. Keterlibatan diri warga belajar adalah kunci keberhasilan pendidikan orang dewas. Untuk itu sumber belajar hendaknya mampu membantu warga belajr untuk :
a. mengidentifikankan kebutuhan,
b. merumuskan tujuan belajar,
c. ikut serta memikul tanggung awab dalam perencanaan dan penyusunan pengalaman belajr
dan, d. ikut serta dalam mengevalusi kegiatan belajar.3. Mendidik, mengajar dan melatih Pendidikan pada hakekatnya mengandung tiga unsur, yaitu mendidik, mengajar, dan melatih. Ketiga istilah tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Secara sepintas bagi orang awan mungkin akan dianggap sama artinya. Dalam praktek sehari-hari di lapangan,kita sering mendengar kata-kata seperti: pendidikan olah raga, pengajaran olah raga, latihan olah raga; pendidikan kemiliteran, pengajaran kemiliteran, latihan kemiliteran, dan sebagainya. Dalam bahasa sehari-hari kita sering mendengar kata-kata lain yang sering dipakai, seperti memelihara anak dan mengurus anak. Memelihara anak dapat diartikan memberi perlindungan kepada anak supaya lestari hidupnya. Katamemelihara kadang-kadang dapat dihubungkan dengan kata-kata memelihara ayam, memelihara anjing, memelihara ternak. Oleh karena itu sebaiknya kata itu jangan dipakai terhadap anak manusia. Lebih baik dipakai kata-kata “mengurus anak”, tetapi “mengurus anak” tidak dapat disamakan dengan kata “mendidik anak”. Mendidik menurut Darji Darmodiharjo menunjukkan usaha yang lebih ditunjukkan kepada pengembangan budi pekerti, hati nurani semangat, kecintaan, rasa kesusilaan, ketaqwaan, dan lain-lain.
4 www.rezaervani.com-Konsep Dasar Pedagogik, Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd
Rumah Ilmu Indonesia | http://groups.yahoo.com/group/rezaervani
Mengurus anak dapat diartikan mengurus segala kebutuhan hidup anak, seperti menberi ank makan dan pakaian, mengurus kesehatannya, setiap hari dimandikan, jika sakit dirawat dan sebagainya, namun perkataan mendidik ank tidak dapat diindentikan (disamakan) dengan mengurus anak. Mengurus anak lebih banyak berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan fisik, mendidik anak menyangkut seluruh kepribadian anak. Mengajar bearti memberi pelajaran tentang berbagai ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan kemampuan berpikirnya. Disebut juga pendidikan intelektual. Intelek anak adalah kemampuan anak berpikir dalam berbagai bidang kehidupan. Jelas bahwa pengajaran atau pendidikan intelektual merupakan bagian dari seluruh proses pendidikan, atau pengembangan mempunyai arti lebih sempit dari penddikan. Lebih sempit lagi adalah kata latihan, seperti latihan mengambar, latihan menembak. Latihan ialah usaha untuk memperoleh ketrampilan dengan melatihkan sesuatu secara berulang-ulang, sehingga terjadi mekanisasi atau pembiasaan. Latihan dapat kita terapkan terhadap hewan, misalnya melatih anjng herder,melatih singa didalam sirkus, atau melatih lumba-lumba supaya dapat menjawab suatu soal hitungan yang seperti 3x4=12. Bagi hewan tidak bisa menggunakan istilah pendidikan gajah (yang berarti mendidik, mengajar dan melatih gajah, namun yang tepat adalah melatih gajah. Proses belajar yang menyangkut intelek atau pikiran, hanya dapat diterapkan pada anak manusia. Ini berarti berada dalm taraf kegiatan yang lebih “rendah” dari proses belajar, sedangkan belajar berada dalam kegiatan yang lebih “rendah” dari proses mendidik. Pendidikan anak manusia meliputi seluruh ketrampilannya. Latihan menyngkut segi jasmani-rohaninya, atau dengan istilah teknis, menyangkut segi psikomotoris kepribadian.
Tujuan dari tiga jenis kegitn itu juga berbeda. Tujuan mendidik ingin mencapai kepribadian yang terpadu, yang terintegrasi, yang sering dirumuskan untuk mencapai kepribadian yang dewasa. Para akhli ilmu mendidik telah bersepakat, bahwa tujuan memendidik ialah untuk mencapai kedewasaan.tetapi apa arti kedewasaan itu, dan lebih umum lagi, apa tujuan pendidikan itu dalam arti yang sebenarnya, memerlukan pembahasan yang khusus (dibahas dalam tujuan pendidikan), karena masalahnya tidak semudah seperti kita duga. Tujuan pengajaran yang menggarap kehidupan intelek anak ialah supaya anak kelak sebagai orang dewasa memiliki kemampuan berpikir seperti yang diharapkan orang dewasa secara ideal, yaitu diantaranya mampu berpikir abstrak logis, obyektif, kritis, sistimatis analitis, sintesis, integratif,dan inovatif. Apa arti hal-hal itu sebenarnya, akan dapat kita temukan dalam bab mengenai pendidikan sekolah. Tujuan latihan ialah untuk memperoleh keterampilan tentang sesuatu. Keterampilan adalah sesuatu perbuatan yang berlangsung secara mekanis, yang mempermudah kehidupan sehari-hari dan dapat pula membantu proses belajar seperti kemampuan berhitung, membaca, mempergunakan bahasa, dsb. Baik keterampilan maupun kemampuan berpikir akan membantu proses pendidikan, yang menyangkut pembangunan seluruh kepribadian seseorang. Jika kita perhatiankan, kita temukan gejala mendidikan dalam pergaulan antara orang dewasa dengan anak (yang belum dewasa). Tetapi tidak setiap pergaulan antara orang dewasa dan anak mengandung arti mendidik, seperti misalnya bila seorang yang sedang berusaha supaya dagangannya (kueh) laku dibeli oleh anak sekolah. Bahkan pergaulan antara orang dewasa dan anak kadang-kadang tidak membawa anak ketingkatan yang lebih tinggi, misalnya bila ada seorang dewasa memcoba menjualan gambar-gambar porno kepada anak-anak. Pendidikan (pedagogik) hanya ditujukan terhadap anak ang belum dewasa oleh orang yang telah mencapai kedewasaan dengan tujuan yang positif dan konstruktif, ialah supaya anak itu mencapai kedewasaan. Jika tujuannya negatif dan tidak konstruksitif sehingga destruktif (destruktif = merusakkan), hal itu tidak dapat kita sebutkan pendidikan (pedagogi), namun disebut “demagogi”.

Dalam pergaulan antara orang dewasa dan anak yang bertujuan mendewasakan anak, kita temukan bahwa pergaulan tersebut mempunyai pengaruh tertentu terhadap anak, walaupun tidak setiap pergaulan antara orang dewasa dan anak mempunyai pengaruh. Istilah pendidikan dipergunakan khusus terhadap pergaulan yang berpengaruh positif terhadap anak oleh orang dewasa, sehingga pendidikan akan berakhir bila anak didik telah mencapai kedewasaannya. Tujuan pendidikan untuk mencapai kedewasaan, oleh Hoogvled diartikan “secara mandiri dapat melaksanakan tugas hidupnya”. Oleh Langeveld, kedewasaan diartikan “kemampuan menentukan dirinya sendiri secara mandiri atas tanggung jawab sendiri. Anak hidup dalam berbagai situasi yang mengandung segala kemungkinan, karena ia selalu memperoleh pengaruh oleh berbagai faktor, bukan saja dirumah, disekolah, melainkan juga dalam masyarakat secara luas serta karena pengaruh alam sekelilingnnya. Majalah, harian dan buku-buku dibaca anak, film yang dilihatnya. Kawan-kawan sepermainan, sawah, ladang atau laut yang mengelilinginya, semuanya berpengaruh terhadap perkembangannya. Tetapi segala pengaruh tersebut walaupun bersifat positif dan konstruktif, tak dapat disebut pendidikan. Bila ada pendapat, bahwa segala pengaruh positif disebut pendidikan, pendapat itu dapat disebut “panpedagogisme”. Pendidikan dalam arti ilmu mendidik, hanya kita batasi pada pengaruh yang dengan sengaja diusahakan oleh orang dewasa terhadap anak yang belum dewasa, sedangkan pengaruh itu harus bersifat positif dan konstruktif. Sebagai kesimpulan dapat dipertegas apa arti mendidik. Mendidik ialah membimbing anak yang belum dewasa supaya anak mencapai kedewasaannya. Bimbingan itu dilaksanakan oleh orang yang telah dewasa.

http://konsultasi.rezaervani.com info agenda dan acara
http://seminar.rezaervani.com koleksi artikel dan materi pengayaan
http://artikel.rezaervani.com download center
http://download.rezaervani.com
www.rezaervani.com bergabung di komunitas kita
http://groups.yahoo.com/group/rezaervani
KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Falsafah Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu matakuliah Pancasila Drs. Soewarno M.Hum.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan Pancasila, serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada pengajar matakuliah Pancasila atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.

Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Pancasila yang ditinjau dari aspek filsafat atau falsafah, khususnya bagi penulis. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.



Singosari, April 2010



Penulis

BAB I

PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang

Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang. Merekahnya matahari bulan Juni 1945, 63 tahun yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila.

Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia.

Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.

Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.

Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.

Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.



1.2 Perumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, agar dalam penulisan ini penulis memperoleh hasil yang diinginkan, maka penulis mengemukakan bebe-rapa rumusan masalah. Rumusan masalah itu adalah:

1. Apakah landasan filosofis Pancasila?
Apakah fungsi utama filsfat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia?
Apakah bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia?



1.3 Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain:

1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila.

2. Untuk menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat.

3. Untuk mengetahui landasan filosofis Pancasila.

4. Untuk mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia.

5. Untuk mengetahui bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia.







1.4 Manfaat

Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah:

1. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang Pancasila dari aspek filsafat.

2. Mahasiswa dapat mengetahui landasan filosofis Pancasila.

3. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia.

4. Mahasiswa dapat mengetahui bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia.



1.5 Ruang Lingkup

Makalah ini membahas mengenai landasan filosofis Pancasila dan fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia. Serta membahas mengenai bukti bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Berdasarkan beberapa masalah yang teridentifikasi tersebut, makalah ini difokuskan pada falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia.



BAB II

METODE PENULISAN



2.1 Objek Penulisan

Objek penulisan makalah ini adalah mengenai falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Dalam makalah ini dibahas mengenai landasan filosofis Pancasila, fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia, dan bagaimana falsafah Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara Indonesia.



2.2 Dasar Pemilihan Objek

Makalah ini membahas mengenai falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Falsafah Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui bahwa falsafah Pancasila dijadikan sebagai falsafah negara Indonesia yang terdapat dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia.



2.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah kaji pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam makalah ini yaitu dengan tema wawasan kebangsaan. Sebagai referensi juga diperoleh dari situs web internet yang membahas mengenai falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia.



2.4 Metode Analisis

Penyusunan makalah ini berdasarkan metode deskriptif analistis, yaitu mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data yanag ada, menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung lainnya, serta mencari alternatif pemecahan masalah



BAB III

ANALISIS PERMASALAHAN



3.1 Landasan Filosofis Pancasila

3.1.1 Pengertian Filsafat

Secara etimologis istilah ”filsafat“ atau dalam bahasa Inggrisnya “philosophi” adalah berasal dari bahsa Yunani “philosophia” yang secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta kearifan” kata philosophia tersebut berakar pada kata “philos” (pilia, cinta) dan “sophia” (kearifan). Berdasarkan pengertian bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti “wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mula-mula dipakai oleh Herakleitos.

Pengetahuan bijaksana memberikan kebenaran, orang, yang mencintai pengetahuan bijaksana, karena itu yang mencarinya adalah oreang yang mencintai kebenaran. Tentang mencintai kebenaran adalah karakteristik dari setiap filosof dari dahulu sampai sekarang. Di dalam mencari kebijaksanaan itu, filosof mempergunakan cara dengan berpikir sedalam-dalamnya (merenung). Hasil filsafat (berpikir sedalam-dalamnya) disebut filsafat atau falsafah. Filsafat sebagai hasil berpikir sedalam-dalamnya diharapkan merupakan suatu yang paling bijaksana atau setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan.

Beberapa tokoh-tokoh filsafat menjelaskan pengertian filsafat adalah sebagai berikut:

• Socrates (469-399 s.M.)

Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahgia. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu dan mau melakukan peninajauan diri atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif

• Plato (472 – 347 s. M.)

Dalam karya tulisnya “Republik” Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif.



3.1.2 Pengertian Pancasila

Kata Pancasila berasal dari kata Sansakerta (Agama Buddha) yaitu untuk mencapai Nirwana diperlukan 5 Dasar/Ajaran, yaitu

1. Jangan mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh.

2. Jangan mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri

3. Jangan berhubungan kelamin/Dilarang berjinah

4. Jangan berkata palsu/Dilarang berbohong/berdusta.

5. Jangan mjnum yang menghilangkan pikiran/Dilarang minuman keras.

Diadaptasi oleh orang jawa menjadi 5 M = Madat/Mabok, Maling/Nyuri, Madon/Awewe, Maen/Judi, Mateni/Bunuh.

Pengertian Pancasila Secara Etimologis

Perkataan Pancasil mula-mula terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu dalam Kitab Tripitaka dimana dalam ajaran buddha tersebut terdapat suatu ajaran moral untuk mencapai nirwana/surga melalui Pancasila yang isinya 5 J [idem].

Pengertian secara Historis

· Pada tanggal 01 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato tanpa teks mengenai rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara

· Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, kemudian keesokan harinya 18 Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya dimana didalamnya terdapat rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar Negara yang duberi nama Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia yang umum. Jadi walaupun pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45 tidak termuat istilah Pancasila namun yang dimaksud dasar Negara RI adalah disebut istilah Pancasila hal ini didaarkan interprestasi (penjabaran) historis terutama dalam rangka pembentukan Rumusan Dasar Negara.

Pengertian Pancasila Secara Termitologis

Proklamasi 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara RI untuk melengkapai alat2 Perlengkapan Negara PPKI mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil mengesahkan UUD 45 dimana didalam bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya tercantum rumusan Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh Rakyat Indonesia
Pancasila Berbentuk:

1. Hirarkis (berjenjang);

2. Piramid.

A. Pancasila menurut Mr. Moh Yamin adalah yang disampaikan di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 isinya sebagai berikut:

1. Prikebangsaan;

2. Prikemanusiaan;

3. Priketuhanan;

4. Prikerakyatan;

5. Kesejahteraan Rakyat

B. Pancasila menurut Ir. Soekarno yang disampaikan pada tangal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI, sebagai berikut:

1. Nasionalisme/Kebangsaan Indonesia;

2. Internasionalisme/Prikemanusiaan;

3. Mufakat/Demokrasi;

4. Kesejahteraan Sosial;

5. Ketuhanan yang berkebudayaan;

Presiden Soekarno mengusulkan ke-5 Sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila yaitu:

1. Sosio Nasional : Nasionalisme dan Internasionalisme;

2. Sosio Demokrasi : Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat;

3. Ketuhanan YME.

Dan masih menurut Ir. Soekarno Trisila masih dapat diperas lagi menjadi Ekasila atau Satusila yang intinya adalah Gotong Royong.

C. Pancasila menurut Piagam Jakarta yang disahkan pada tanggal 22 Juni 1945 rumusannya sebagai berikut:

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;

3. Persatuan Indonesia;

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan;

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia;

Kesimpulan dari bermacam-macam pengertian pancasila tersebut yang sah dan benar secara Konstitusional adalah pancasila yang tercantum dalam Pembukaan Uud 45, hal ini diperkuat dengan adanya ketetapan MPRS NO.XXI/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar Negara RI yang sah dan benar adalah sebagai mana yang tercantum dalam Pembukaan Uud 1945.



3.1.3 Pengertian Filsafat Pancasila

Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan “permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu.

v Filsafat Pancasila Asli

Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di Eropa, di mana filsafat barat merupakan salah satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme, rasionalisme, universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi parlementer, dan nasionalisme.

v Filsafat Pancasila versi Soekarno

Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno “Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia, “Keadilan Soasial” terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung atau mempropagandakan “Persatuan”.

v Filsafat Pancasila versi Soeharto

Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf yang disponsori Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan dan diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia, sehingga menghasilkan “Pancasila truly Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono.

Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.

Kalau dibedakan anatara filsafat yang religius dan non religius, maka filsafat Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya.

Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis, filsafast Pancasila digolongkandalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar untukmemenuhi hasrat ingin tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of the life, Weltanschaung dan sebgainya); agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.

Selanjutnya filsafat Pancasila mengukur adanya kebenran yang bermacam-macam dan bertingkat-tingkat sebgai berikut:

1. Kebenaran indra (pengetahuan biasa);

2. Kebenaran ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan);

3. Kebenaran filosofis (filsafat);

4. Kebenaran religius (religi).

Untuk lebih meyakinkan bahwa Pancasila itu adalah ajaran filsafat, sebaiknya kita kutip ceramah Mr.Moh Yamin pada Seminar Pancasila di Yogyakarta tahun 1959 yang berjudul “Tinjauan Pancasila Terhadap Revolusi Fungsional”, yang isinya anatara lain sebagai berikut:

Tinjauan Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistem filsafat. Marilah kita peringatkan secara ringkas bahwa ajaran Pancasila itu dapat kita tinjau menurut ahli filsafat ulung, yaitu Friedrich Hegel (1770-1831) bapak dari filsafat Evolusi Kebendaan seperti diajarkan oleh Karl Marx (1818-1883) dan menurut tinjauan Evolusi Kehewanan menurut Darwin Haeckel, serta juga bersangkut paut dengan filsafat kerohanian seperti diajarkan oleh Immanuel Kant (1724-1804).

Menurut Hegel hakikat filsafatnya ialah suatu sintese pikiran yang lahir dari antitese pikiran. Dari pertentangan pikiran lahirlah paduan pendapat yang harmonis. Dan ini adalah tepat. Begitu pula denga ajaran Pancasila suatu sintese negara yang lahir dari antitese.

Saya tidak mau menyulap. Ingatlah kalimat pertama dan Mukadimah UUD Republik Indonesia 1945 yang disadurkan tadi dengan bunyi: Bahwa sesungguhanya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu penjajahan harus dihapusakan karena bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Kalimat pertama ini adalah sintese yaitu antara penjajahan dan perikemanusiaan dan perikeadilan. Pada saat sintese sudah hilang, maka lahirlah kemerdekaan. Dan kemerdekaan itu kita susun menurut ajaran falsafah Pancasila yang disebutkan dengan terang dalam Mukadimah Konstitusi R.I. 1950 itu yang berbunyi: Maka dengan ini kami menyusun kemerdekaan kami itu, dalam suatu Piagam Negara yang berbentuk Republik Kesatuan berdasarkan ajaran Pancasila. Di sini disebut sila yang lima untukmewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan dan perdamaian dunia dan kemerdekaan. Kalimat ini jelas kalimat antitese. Sintese kemerdekaan dengan ajaran Pancasila dan tujuan kejayaan bangsa yang bernama kebahagiaan dan kesejajteraan rakyat. Tidakah ini dengan jelas dan nyata suatu sintese pikiran atas dasar antitese pendapat?

Jadi sejajar denga tujuan pikiran Hegel beralasanlah pendapat bahwa ajaran Pancasila itu adalah suatu sistem filosofi, sesuai dengan dialektis Neo-Hegelian.

Semua sila itu adalah susunan dalam suatu perumahan pikiran filsafat yang harmonis. Pancasila sebagai hasil penggalian Bung Karno adalah sesuai pula dengan pemandangan tinjauan hidup Neo-Hegelian.



3.2 Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa Dan Negara Indonesia

3.2.1 Filasafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia

Setiapa bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup (filsafata hidup). Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam menghadapi persoalan-persoalan besar yang pasti akan timbul, baik persoalan-persoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah polotik, ekonomi, sosial dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula suatu bangsa akan membangun dirinya.

Dalam pergaulan hidup itu terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pada akhirnyta pandangan hidup sesuatu bangsa adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.

Kita merasa bersyukur bahwa pendahulu-pendahulu kita, pendiri-pendiri Republik ini dat memuaskan secara jelas apa sesungguhnya pandangan hidup bangsa kita yang kemudian kita namakan Pancasila. Seperti yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita.

Disamping itu maka bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah beurat/berakar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Ialah suatu kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia ini akan mencapai kebahagiaan jika kita dapat baik dalam hidup manusia sebagai manusia dengan alam dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriyah dan kebahagiaan rohaniah.

Bangsa Indonesia lahir sesudah melampaui perjuangan yang sangat panjang, dengan memberikan segala pengorbanan dan menahan segala macam penderitaan. Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri yang merupakan hasil antara proses sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa datang yang secara keseluruhan membentuk kepribadian sendiri.

Sebab itu bnagsa Indonesia lahir dengan kepribadiannya sendiri yang bersamaan lahirnya bangsa dan negara itu, kepribadian itu ditetapkan sebagai pandangan hidup dan dasar negara Pancasila. Karena itulah, Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah berjuang, denga melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan diilhami dengan oleh gagasan-gagasan besar dunia., dengan tetap berakar pada kepribadian bangsa kita dan gagasan besar bangsa kita sendiri.

Karena Pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah UUD yang pernah kita miliki yaitu dalam pembukaan UUD 1945, dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia 1950. Pancasila itu tetap tercantum didalamnya, Pancasila yang lalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu, Pancasila yang selalu menjadi pegangan bersama saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan bukti sejarah sebagai dasar kerohanian negar, dikehendaki oleh bangsa Indonesia karena sebenarnya ia telah tertanam dalam kalbunya rakyat. Oleh karena itu, ia juga merupakan dasasr yang mamapu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.



3.2.2 Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia

Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945 adalah di kandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan budaya.

Sidang BPPK telah menerima secara bulat Pancasila itu sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI, Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan negara, agar peraturan dasar itu tahan uji sepanjang masa.

Peraturan selanjutnya yang disusun untuk mengatasi dan menyalurkan persoalan-persoalan yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan dan perkembangan negara harus didasarkan atas dan berpedoman pada UUD. Peraturan-peraturan yang bersumber pada UUD itu disebut peraturan-peraturan organik yang menjadi pelaksanaan dari UUD.

Oleh karena Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar negara Pancasila). Isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber huum (sumber huum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum).

Di sinilah tampak titik persamaan dan tujuan antara jalan yang ditempuh oleh masyarakat dan penyusun peraturan-peraturan oleh negara dan pemerintah Indonesia.

Adalah suatu hal yang membanggakan bahwa Indonesia berdiri di atas fundamen yang kuat, dasar yang kokoh, yakni Pancasila dasar yang kuat itu bukanlah meniru suatu model yang didatangkan dari luar negeri.

Dasar negara kita berakar pada sifat-sifat dan cita-cita hidup bangsa Indonesia, Pancasila adalah penjelmaan dari kepribadian bangsa Indonesia, yang hidup di tanah air kita sejak dahulu hingga sekarang.

Pancasila mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya memuaskan bangsa Indonesia sebagai dasar negara, tetapi juga dapat diterima oleh bangsa-bangsa lain sebagai dasar hidupnya. Pancasila bersifat universal dan akan mempengaruhi hidup dan kehidupan banga dan negara kesatuan Republik Indonesia secara kekal dan abadi.



3.2.3 Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia

Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah : Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.

Garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan budi bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan suasana waktu sepanjang masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan berbagai peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda dan lain-lain) namun kepribadian bangsa Indonesia tetap hidup dan berkembang. Mungkin di sana-sini, misalnya di daerah-daerah tertentu atau masyarakat kota kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur asing, namun pada dasarnya bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa Indonesia secara jelas dapat dibedakan dari bangsa-bangsa lain. Apabila kita memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka akan tampak dengan jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari bangsa kita.

Demikianlah, maka Pancasila yang kita gali dari bumi Indonsia sendiri merupakan :

a. Dasar negara kita, Republik Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara kita.

b. Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan kita serta memberi petunjuk dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya.

c. Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, karena Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain. Terdapat kemungkinan bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain bersifat universal, yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi kelima sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.

d. Tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

e. Perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekedar karena ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa Indonesia yang terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena Pancasila itu telah mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah perjuangan bangsa.

Oleh karena itu yang penting adalah bagaimana kita memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segala segi kehidupan. Tanpa ini maka Pancasila hanya akan merupakan rangkaian kata-kata indah yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yang merupakan perumusan yang beku dan mati, serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita.

Apabila Pancasila tidak menyentuh kehidupan nyata, tidak kita rasakan wujudnya dalam kehidupan sehari-hari, maka lambat laun kehidupannya akan kabur dan kesetiaan kita kepada Pancasila akan luntur. Mungkin Pancasila akan hanya tertinggal dalam buku-buku sejarah Indonesia. Apabila ini terjadi maka segala dosa dan noda akan melekat pada kita yang hidup di masa kini, pada generasi yang telah begitu banyak berkorban untuk menegakkan dan membela Pancasila.

Akhirnya perlu juga ditegaskan, bahwa apabila dibicarakan mengenai Pancasila, maka yang kita maksud adalah Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Persatuan Indonesia.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawratan / perwakilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang kita gunakan, sebab rumusan yang demikian itulah yang ditetapkan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Seperti yang telah ditunjukkan oleh Ketetapan MPR No. XI/MPR/1978, Pancasila itu merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima silanya. Dikatakan sebagai kesatuan yang bulat dan utuh, karena masing-masing sila dari Pancasila itu tidak dapat dipahami dan diberi arti secara sendiri-sendiri, terpisah dari keseluruhan sila-sila lainnya. Memahami atau memberi arti setiap sila-sila secara terpisah dari sila-sila lainnya akan mendatangkan pengertian yang keliru tentang Pancasila.



3.3 Falsafah Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia

Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, dapatlah kita temukan dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia seperti di bawah ini :

a. Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.

b. Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta).

c. Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV.

d. Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1945, alinea IV.

e. Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal 17 Agustus 1950.

f. Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959.

Mengenai perumusan dan tata urutan Pancasila yang tercantum dalam dokumen historis dan perundang-undangan negara tersebut di atas adalah agak berlainan tetapi inti dan fundamennya adalah tetap sama sebagai berikut :

1. Pancasila Sebagai Dasar Falsafat Negara Dalam Pidato Tanggal 1 Juni 1945 Oleh Ir. Soekarno

Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk pertamakalinya mengusulkan falsafah negara Indonesia dengan perumusan dan tata urutannya sebagai berikut :

v Kebangsaan Indonesia.

v Internasionalisme atau Prikemanusiaan.

v Mufakat atau Demokrasi.

v Kesejahteraan sosial.

v Ketuhanan.

2. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Naskah Politik Yang Bersejarah (Piagam Jakarta Tanggal 22 Juni 1945)

Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) yang Istilah Jepangnya Dokuritsu Jumbi Cosakai, telah membentuk beberapa panitia kerja yaitu :

a. Panitia Perumus terdiri atas 9 orang tokoh, pada tanggal 22 Juni 1945, telah berhasil menyusun sebuah naskah politik yang sangat bersejarah dengan nama Piagam Jakarta, selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945, naskah itulah yang ditetapkan sebagai naskah rancangan Pembukaan UUD 1945.

b. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno yang kemudian membentuk Panitia Kecil Perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo, Panitia ini berhasil menyusun suatu rancangan UUD-RI.

c. Panitia Ekonomi dan Keuangan yang diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta.

d. Panitia Pembelaan Tanah Air, yang diketuai oleh Abikusno Tjokrosujoso.

Untuk pertama kalinya falsafah Pancasila sebagai falsafah negara dicantumkan autentik tertulis di dalam alinea IV dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut :

v Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

v Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

v Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.

v Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.



3. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945

Sesudah BPPK (Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan) merampungkan tugasnya dengan baik, maka dibubarkan dan pada tanggal 9 Agustus 1945, sebagai penggantinya dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Pada tanggal 17 Agustus 1945, dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Soekarno di Pengangsaan Timur 56 Jakarta yang disaksikan oleh PPKI tersebut.

Keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI mengadakan sidangnya yang pertama dengan mengambil keputusan penting :

a. Mensahkan dan menetapkan Pembukaan UUD 1945.

b. Mensahkan dan menetapkan UUD 1945.

c. Memilih dan mengangkat Ketua dan Wakil Ketua PPKI yaitu Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta, masing-masing sebagai Presiden RI dan Wakil Presiden RI.

Tugas pekerjaan Presiden RI untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah badan yaitu KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI memutuskan, Pembagian wilayah Indonesia ke dalam 8 propinsi dan setiap propinsi dibagi dalam karesidenan-karesidenan. Juga menetapkan pembentukan Departemen-departemen Pemerintahan.

Dalam Pembukaan UUD Proklamasi 1945 alinea IV yang disahkan oleh PPPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 itulah Pancasila dicantumkan secara resmi, autentik dan sah menurut hukum sebagai dasar falsafah negara RI, dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut :

v Kemanusiaan yang adil dan beradab.

v Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.

v Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.



4. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah Konstitusi RIS 1949

Bertempat di Kota Den Haag (Netherland / Belanda) mulai tanggal 23 Agustus sampai dengan tanggal 2 September 1949 diadakan KMB (Konferensi Meja Bundar). Adapun delegasi RI dipimpin oleh Drs. Mohammad Hatta, delegasi BFO (Bijeenkomstvoor Federale Overleg) dipimpin oleh Sutan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin oleh Van Marseveen.

Sebagai tujuan diadakannya KMB itu ialah untuk menyelesaikan persengketaan antara Indonesia dengan Belanda secepatnya dengan cara yang adil dan pengakuan akan kedaulatan yang penuh, nyata dan tanpa syarat kepada RIS (Republik Indonesia Serikat).

Salah satu hasil keputusan pokok dan penting dari KMB itu, ialah bahwa pihak Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dan tidak dapat dicabut kembali oleh Kerajaan Belanda dengan waktu selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.

Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 di Amsterdam Belanda, Ratu Yuliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan Negara RIS.

Pada waktu yang sama dengan KMB di Kota Den Haag, di Kota Scheveningen (Netherland) disusun pula Konstitusi RIS yang mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949. Walaupun bentuk negara Indonesia telah berubah dari negara Kesatuan RI menjadi negara serikat RIS dan Konstitusi RIS telah disusun di negeri Belanda jauh dari tanah air kita, namun demikian Pancasila tetap tercantum sebagai dasar falsafah negara di dalam Mukadimah pada alinea IV Konstitusi RIS 1949, dengan perumusan dan tata urutan sebagai berikut :

v Ketuhanan Yang Maha Esa.

v Prikemanusiaan.

v Kebangsaan.

v Kerakyatan.

v Keadilan Sosial.



5. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Mukadimah UUD Sementara RI (UUDS-RI 1950)

Sejak Proklamasi Kemerdekaannya, bangsa Indonesia menghendaki bentuk negara kesatuan (unitarisme) oleh karena bentuk negara serikat (federalisme) tidaklah sesuai dengan cita-cita kebangsaan dan jiwa proklamasi.

Demikianlah semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia tetap membara dan meluap, sebagai hasil gemblengan para pemimpin Indonesia sejak lahirnya Budi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, kemudian dikristalisasikan dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa.

Oleh karena itu pengakuan kedaulatan negara RIS menimbulkan pergolakan-pergolakan di negara-negara bagian RIS untuk bersatu dalam bentuk negara kesatuan RI sesuai dengan Proklamasi Kemerdekaan RI.

Sesuai KOnstitusi, negara federal RIS terdiri atas 16 negara bagian. Akibat pergolakan yang semakin gencar menuntut bergabung kembali pada negara kesatuan Indonesia, maka sampai pada tanggal 5 April 1950 negara federasi RIS, tinggal 3 (tiga) negara lagi yaitu :

1. RI Yogyakarta.

2. Negara Sumatera Timur (NST).

3. Negara Indonesia Timur (NIT).

Negara federasi RIS tidak sampai setahun usianya, oleh karena terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyampaikan Naskah Piagam, pernyataan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berarti pembubaran Negara Federal RIS (Republik Indonesia Serikat).

Pada saat itu pula panitia yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo mengubah konstitusi RIS 1949 (196 Pasal) menjadi UUD RIS 1950 (147 Pasal).

Perubahan bentuk negara dan konstitusi RIS tidak mempengaruhi dasar falsafah Pancasila, sehingga tetap tercantum dalam Mukadimah UUDS-RI 1950, alinea IV dengan perumusan dan tata urutan yang sama dalam Mukadimah Konstitusi RIS yaitu :

v Ketuhanan Yang Maha Esa.

v Prikemanusiaan.

v Kebangsaan.

v Kerakyatan.

v Keadilan Sosial.



6. Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Dalam Pembukaan UUD 1945 Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan Umum untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante yang akan menyusun UUD baru.

Pada akhir tahun 1955 diadakan pemilihan umum pertama di Indonesia dan Konstituante yang dibentuk mulai bersidang pada tanggal 10 November 1956.

Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan selanjutnya. Konstituante gagal membentuk suatu UUD yang baru sebagai pengganti UUDS 1950.

Dengan kegagalan konstituante tersebut, maka pada tanggal 5 Juli 1950 Presiden RI mengeluarkan sebuah Dekrit yang pada pokoknya berisi pernyatan :

a. Pembubaran Konstuante.

b. Berlakunya kembali UUD 1945.

c. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.

d. Akan dibentuknya dalam waktu singkat MPRS dan DPAS.

Dengan berlakunya kembali UUD 1945, secara yuridis, Pancasila tetap menjadi dasar falsafah negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV dengan perumusan dan tata urutan seperti berikut :

v Ketuhanan Yang Maha Esa.

v Kemanusiaan yang adil dan beradab.

v Persatuan Indonesia.

v Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

v Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dengan instruksi Presiden Republik Indonesia No. 12 Tahun 1968, tertanggal 13 April 1968, perihal : Penegasan tata urutan/rumusan Pancasila yang resmi, yang harus digunakan baik dalam penulisan, pembacaan maupun pengucapan sehari-hari. Instruksi ini ditujukan kepada : Semua Menteri Negara dan Pimpinan Lembaga / Badan Pemerintah lainnya.

Tujuan dari pada Instruksi ini adalah sebagai penegasan dari suatu keadaan yang telah berlaku menurut hukum, oleh karena sesuai dengan asas hukum positif (Ius Contitutum) UUD 1945 adalah konstitusi Indonesia yang berlaku sekarang. Dengan demikian secara yuridis formal perumusan Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang harus digunakan, walaupun sebenarnya tidak ada Instruksi Presiden RI No. 12/1968 tersebut.

Prof. A.G. Pringgodigdo, SH dalam bukunya “Sekitar Pancasila” peri-hal perumusan Pancasila dalam berbagai dokumentasi sejarah mengatakan bahwa uraian-uraian mengenai dasar-dasar negara yang menarik perhatian ialah yang diucapkan oleh :

1. Mr. Moh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945.

2. Prof. Mr. Dr. Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945.

3. Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945.

Walaupun ketiganya mengusulkan 5 hal pokok untuk sebagai dasar-dasar negara merdeka, tetapi baru Ir. Soekarno yang mengusulkan agar 5 dasar negara itu dinamakan Pancasila dan bukan Panca Darma.

Jelaslah bahwa perumusan 5 dasar pokok itu oleh ketiga tokoh tersebut dalam redaksi kata-katanya berbeda tetapi inti pokok-pokoknya adalah sama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Prikemanusiaan atau internasionalisme, Kebangsaan Indonesia atau persatuan Indonesia, Kerakyatan atau Demokrasi dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 menegaskan : Maksud Pancasila adalah philosophschegrondslag itulah fundament falsafah, pikiran yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung “Indonesia Merdeka Yang Kekal dan Abadi”.

Prof. Mr. Drs. Notonagoro dalam pidato Dies Natalis Universitas Airlangga Surabaya pada tanggal 10 November 1955 menegaskan : “Susunan Pancasila itu adalah suatu kebulatan yang bersifat hierrarchies dan piramidal yang mengakibatkan adanya hubungan organis di antara 5 sila negara kita”.

Prof. Mr. Muhammad Yamin dalam bukunya “Proklamasi dan Konstitusi” (1951) berpendapat : “Pancasila itu sebagai benda rohani yang tetap dan tidak berubah sejak Piagam Jakarta sampai pada hari ini”.

Kemudian pernyataan dan pendapat Prof. Mr. Drs. Notonagoro dan Prof. Mr. Muhamamd Yamin tersebut diterima dan dikukuhkan oleh MPRS dalam Ketetapan No. XX/MPRS/1960 jo Ketetapan No. V/MPR/1973.



BAB IV

PENUTUP



4.1 Kesimpulan

Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat penulis tarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.

2. Fungsi utama filsafat Pancasila bagi bangsa dan negara Indonesia yaitu:

a) Filasafat Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia

b) Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia

c) Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia

3. Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, hal tersebut dapat dibuktikan dengan ditemukannya dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia seperti di bawah ini :
Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta).
Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV.
Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1945, alinea IV.
Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal 17 Agustus 1950.
Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959.



4.2 Saran

Warganegara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang hidup dan tinggal di negara Indonesia Oleh karena itu sebaiknya warga negara Indonesia harus lebih meyakini atau mempercayai, menghormati, menghargai menjaga, memahami dan melaksanakan segala hal yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa falsafah Pancasila adalah sebagai dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga kekacauan yang sekarang terjadi ini dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia ini.